JAKARTA - Fardi Yandi dikenal sebagai sosok
influencer digital marketing yang suka berbagi ilmu di platform media sosialnya.
Dulu, orang menganggap digital marketing cuma ilmu yang
gak semua orang mesti tahu dan paham. Tapi dengan tuntutan keadaan, kini semua orang berlomba-lomba untuk mempelajarinya.
Digital marketing adalah salah satu cara untuk mengetahui
gimanabisnis kita bisa 'dilihat' atau bahkan menjangkau lebih banyak orang. (
Baca Juga: Pandemi Mengungkap Pekerjaan Masa Depan yang Menjanjikan, Ini daftarnya )
DIGITAL MARKETING SEBAGAI SEBUAH JALANFoto: UnsplashBanyak orang bingung mesti dari mana belajar
digital marketing. Apakah harus bangun
branding dulu? Atau beli
follower? Atau kolaborasi dengan
influencer dulu
aja?
Kalau Fardi, maka dia akan memulainya sambil jalan atau belajar, karena yang penting adalah memulai.
“Mulai jualan
aja dulu. Mau itu
bener atau salah, mau itu sesuai target marketing atau
gak,” ungkap Fardi yang lulusan Sastra Inggris ini.
Untuk memulai
digital marketing, Fardi memilih untuk menggunakan cara organik daripada iklan. Ia berpesan perlunya menyeimbangkan antara kebutuhan audiens dan memahami kekuatan kita.
“Saya pribadi, di awal mending cara organik dulu
aja dimanfaatkan. Orang yang
bener bener follow kita karena konten, ada
personal relationship yang membangun bahwa ‘
I am part of this content’," jelasnya.
"Cara kita memenangkan audiens dengan mengelola atau membuat konten yang lebih menarik dan sesuai target pasar kita. Sedangkan, iklan itu kayak ular. Membuat konten itu bukan tentang siapa kita, tapi mereka dapat sesuatu atau
gak,” paparnya.
PERSONAL BRANDING DULUSaat awal mengembangkan agensinya, Social Kreatif, Fardi memilih membangun
personal branding dulu.
“Saya
gak pernah
kebayang Social Kreatif bisa sebesar sekarang.
Gak pernah
kebayang akan membangun suatu
agency,” ujarnya.
Setelah lulus kuliah, Fardi ke Yogya untuk membangun Social Kreatif. Dengan bermodal tabungan di bawah Rp5 juta, ia berkeliling dari kafe ke kafe,
sharing foto kopi dan iPhone selama enam bulan.
Perlahan-lahan,
follower media sosialnya naik. Dari 500 ke 1.000, hingga 2.000.
“Setelah uang mulai menipis, saya berpikir, dong, bagaimana untuk dapat uang ya? Oh, saya udah punya 2.000
follower, nih, ada
gak yang ingin dibantu kontennya? Nah saat itu saya
udah mulai berpikir, oh, ada yang butuh, ya. Maka dari itu, saya mulailah membangun Social Kreatif.
TEKNIK AGAR KONTEN DILIRIK
Foto: UnsplashGimana caranya konten tersebut bisa diliat oleh orang lain? Pertama, kontennya harus terhubung dengan orang lain alias
relateable.
“'Oh, ini saya banget'. Kedua,
simplicity. Kita harus sederhana menyampaikan sesuatu. Ketiga,
selling start human to human," tegasnya.
Menurut Fardi, keterampilan apa pun yang kita pelajari memang harus dites dulu. Setelah belajar, diaplikasikan. Karena kalau audiensnya berbeda, maka pendekatan dan strateginya juga mesti berbeda. (
Baca Juga: MilenialFest Tebar 2.000 Beasiswa untuk Anak Muda, Bakal Berlangsung Agustus 2020 )
SOFT SELLING
Foto: UnsplashBermain cantik, mengedukasi sambil mencuri hati. Inilah sepenggal pernyataan yang menggambarkan
soft selling.
Kalau mau menjual sesuatu, tentukan hal yang mau dibahas, dan lebih baik dicatat. Fardi menuturkan bahwa ia mulai menganalisis dulu, lalu dilanjutkan dengan tukar pikiran atau diskusi.
“Misalnya,
copywriting. Orang lain, tuh, kebanyakan masalahnya apa, sih? Oh, ternyata banyak orang, tuh,
gak bisa
nulis. Oh, ternyata banyak orang, tuh, memulai untuk mengelola kata
gak mudah. Nah, keresahan itu yang saya jadikan sebuah konten di awal, baru disisipkan konten-konten jualan di akhir. Ini
soft selling-nya saya lebih ke bercerita tentang apa yang orang lain lagi alami dan ada solusi yang bisa saya tawarkan kepada mereka,” jelasnya.
Pria lulusan Universitas Muhamadiyah Parepare ini mengungkapkan bahwa kita juga bisa membuat produk yang lebih mahal.
"Pertama, orang lihat nilai (
value). Kedua, mereka
gak merasa lagi
dijualin. Nilai dibangun dengan konten.
Soft selling dibangun dengan
story telling," katanya.
TIPS DAN TRIK UNTUK ANAK MUDA
Foto: Instagram @fardiyandiPertama, tujuannya harus jelas. Apa tujuan membuat konten? Hasil akhirnya akan dibawa ke mana?
Biasanya, banyak yang pada awalnya semangat membuat konten, lalu lama-lama malas dan akhirnya berhenti.
Kedua, punya target pasar. Pentingnya mengetahui target pasar memengaruhi cara kita menyajikan konten dan menarik massa.
Ketiga,
benchmarking atau patokan yang membuat kita punya banyak ide-ide baru dan membandingkan ide kita supaya bisa bikin ide baru yang lebih baik.
Keempat, membuat konten yang dekat atau
relatable dengan orang lain. Salah satu caranya bisa dengan membuat sesi tanya jawab untuk mengetahuai keresahan target pasar kita.
Kelima, pahami strategi yang bisa diterapkan. Belajar cara menggunakan tagar, menulis
copywriting, dan melakukan kolaborasi
live Instagram dengan orang lain. Hal ini untuk meningkatkan popularitas.
Supaya konten dilihat banyak orang,
active marketing dan
passive marketing juga perlu dilakukan. “
Passive marketing itu kontennya. Kita harus membangun rumahnya sebagai pondasinya. Sebagus-bagusnya konten,
kalo gak ada yang
liat, sayang. Tawarkan sesuatu yang dibutuhkan oleh mereka,” tambahnya.
Terakhir, Fandi mengingatkan anak muda untuk berani bergerak, tentu saja mumpung kita masih muda alias dalam masa produktif. (
Baca Juga: Selebgram Palsu Bermunculan, Mulai Saingi Manusia Jadi Bintang di Media Sosial )
“Jangan sampai nanti di usia tua, berpikir ‘
what if’. Andai saja saya mulai bisnis saat masih kuliah. Jangan sampai kita sampai di level itu. Dunia saat ini
is all about creativepreneur. Kita membangun bisnis sesuai dengan
expertise dan
passion kita. Investasi digital. Itulah aset terbesar dari dunia digital.
Be kind, bangun bisnis sesuai
passion kita, dan jangan takut gagal. Saya gagal tiga kali, lho,” pungkasnya.
Rhayza SalsabilaKontributor GenSINDOUniversitas PadjajaranInstagram: @rhayzasalsabila (it)