JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan atau
Menaker Ida Fauziyah mengakui hingga saat ini masih banyak perusahaan yang belum menerapkan
sistem upah berbasis produktivitas melalui instrumen penyusunan struktur dan skala upah dengan Sistem Manajemen Kinerja (SMK) kepada karyawannya.
"Kita masih punya pekerjaan yang cukup besar agar memastikan bahwa semua perusahaan, industri menerapkan upah berbasis produktivitas," kata Ida Fauziyah dalam keterangan resminya, Rabu (21/2/2024).
Baca Juga: Menaker Ajak Tinggalkan Upah Minimum, Kini Berbasis Produktivitas Menaker menuturkan, upah merupakan salah satu unsur yang penting dalam pelaksanaan hubungan kerja. Apabila pelaksanaan pengupahan di perusahaan belum sepenuhnya diterapkan sesuai ketentuan, maka berpotensi menimbulkan keresahan bagi pekerja/buruh, yang pada akhirnya dapat menurunkan kinerja dan produktivitas perusahaan.
"Melalui upah berbasis produktivitas, kita ingin pastikan agar penetapan
upah minimum tidak lagi terjadi hiruk pikuk setiap tahunnya. Hiruk pikuk terjadi karena keadilan belum kita dapatkan," lanjut Ida Fauziyah.
Baca Juga: Produktivitas Pekerja di Indonesia Kalah dari Thailand tapi Upah Lebih Tinggi, kok Bisa? "Pada satu sisi keadilan belum dirasakan pekerja/buruh, di sisi lain kadang-kadang tekanan dan lain sebagainya, keadilan tidak diperoleh pengusaha. Jadi yang harus kita pastikan adalah pengupahan itu adil bagi pekerja, adil juga bagi pengusaha," sambungnya.
Ida Fauziyah meminta perusahaan agar tidak mengkhawatirkan terkait upah berbasis produktivitas. Pasalnya, kebijakan pemerintah yang baru mengenai pengupahan tidak serta merta memberikan beban berat bagi perusahaan. Pemerintah tetap memberikan beberapa alternatif dalam penyusunan struktur dan skala upah melalui beberapa metode.
"Penyusunan dapat dilakukan dari metode yang paling sederhana sampai dengan metode lebih kompleks sesuai kemampuan perusahaan," tutupnya.
(akr)