JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai keputusan Airlangga Hartarto mundur sebagai Ketua Umum
Partai Golkar secara tiba-tiba memunculkan tanda tanya publik.
Dedi menganggap, Airlangga cukup berhasil membawa Golkar di Pemilu 2019 dan 2024 lalu dan berhasil membangun soliditas di tengah goncangan politik internal Golkar dalam dua kali pemilu nasional.
"Sehingga bukan soal soliditasnya dia mundur, tapi ada tekanan yang mungkin jauh lebih besar dibandingkan dengan rival-rival politiknya di Golkar, ya tentu kekuatan ini mengarah ke Istana," ujarnya, Senin (12/8/2024).
Baca juga: Airlangga Mundur dari Golkar, Istana: Tidak Ada Kaitannya dengan Presiden Jokowi Menurut Dedi, mundurnya Airlangga diduga terkait dengan momentum Pilkada 2024. Dia menduga, Airlangga tak leluasa dalam menentukan jagoan yang diusungnya. Misalnya, dimulai dari Pilkada Banten.
Di Provinsi ini, Golkar diyakini bisa sukses dengan mengusung kadernya sendiri, namun faktanya tidak didukung oleh partai koalisi yang tergabung di KIM.
Baca juga: Panglima TNI Mutasi 23 Perwira Anak Buah Prabowo Subianto, Ini Daftar Namanya "
Lalu juga keputusan Airlangga yang sebelumnya menginginkan Ridwan Kamil tetap di Jawa Barat lalu kemudian sekali lagi Gerindra mewacanakan Ridwan Kamil di Jakarta dan faktanya tiba-tiba Ridwan Kamil disetujui di Jakarta," ungkapnya.
Dedi menyebutkan, ketiga daerah pilkada ini yang membuat Airlangga tampak tidak leluasa menentukan pilihan-pilihan politiknya. "Kecuali dia membebaskan diri secara personal di Golkar dan dia tidak bisa membebaskan diri dalam menentukan kursi-kursi eksekutifnya di pilkada," tandasnya.
(cip)