Dr. Sidum Trio IndartoDiplomat Ahli Madya pada KBRI BrusselINDONESIA dan Belgia baru saja merayakan 75 tahun
hubungan diplomatik pada tahun 2024. Meskipun demikian, jejak sejarah persahabatan kedua negara telah ada sebelum Belgia membuka kantor perwakilan diplomatiknya di Jakarta pada tahun 1949.
Mohammad Hatta , menghadiri Konferensi the League Against Imperialism and Colonial Oppression di Brussel pada bulan Februari 1927 untuk menyuarakan kemerdekaan Indonesia kepada dunia internasional. Belgia kembali hadir dalam catatan sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia ketika menjadi salah satu anggota Komisi Tiga Negara untuk menengahi konflik antara Indonesia dan Belanda akibat agresi militer Belanda I pada 21 Juli 1947. Patut dicatat bahwa
Belgia adalah salah satu negara Eropa pertama yang mengakui kedaulatan Indonesia secara de jure pada tanggal 28 Desember 1949, sehari setelah penyerahan kedaulatan oleh Belanda kepada Republik Indonesia Serikat pada 27 Desember 1949.
Hubungan persahabatan yang cukup panjang di antara kedua negara telah berjalan dengan harmonis dan konstruktif. Pada tingkatan pemerintah, kedua negara telah mempunyai mekanisme konsultasi bilateral untuk membahas perkembangan hubungan bilateral kedua negara secara komprehensif. Selain itu, berbagai pertemuan antara pejabat tinggi kedua negara juga sering dilakukan untuk membahas kerja sama dalam berbagai isu yang menjadi kepentingan bersama.
Baca Juga: Muslim Indonesia di Belgia Galang Donasi untuk Pembangunan Masjid di Brussels Hubungan persahabatan kedua negara juga tampak dari kehadiran "wajah" Indonesia yang sangat mencolok di Pairi Daiza. Pada area Kingdom of Ganesha di Pairi Daiza, berdiri megah Candi Kurung (Flower Temple) dan Pura Agung Santi Bhuwana (salah satu Pura Hindu Bali terbesar di Eropa) yang dibangun dengan menggunakan batu dari Gunung Agung dan Gunung Merapi. Ornamen kedua bangunan tersebut diukir oleh para seniman Bali dan Jawa Tengah. Konon diperlukan sekitar 300 kontainer untuk membawa batu-batu yang digunakan untuk membangun kedua bangunan tersebut dari Indonesia. Selain Candi Kurung dan Pura Agung Santi Bhuwana, kita bisa menyaksikan stupa-stupa yang mirip dengan stupa Candi Borobudur, rumah adat Toraja, sawah teras siring dengan tanaman padi, orang utan, gajah Sumatera, dan komodo di Kingdom of Ganesha.
Kehadiran "wajah"
Indonesia di Pairi Daiza tersebut berkat kecintaan Eric Domb, pendiri dan CEO Pairi Daiza serta Konsul Kehormatan Republik Indonesia untuk wilayah Wallonia, Belgia, kepada Indonesia. Ketika beliau masih anak-anak, orang tuanya mengajak Eric Domb mengunjungi Bali. Kunjungan tersebut sangat membekas di ingatan Eric Domb, sehingga beliau berkali-kali kembali mengunjungi Bali dan beberapa wilayah lain di Indonesia.
Kisah kedekatan masyarakat Belgia dengan Indonesia juga dibangun oleh Gabriel Laufer, yang sejak tahun 2013 memilih untuk tinggal di Indonesia. Gabriel, seorang musisi lulusan program Master di bidang Perkusi dari Royal Conservatory of Brussels, berkenalan dengan Gamelan Bali pada tahun 1996. Sejak saat itu Gabriel jatuh cinta dengan Gamelan Bali dan bergabung dengan kelompok Gamelan Bali KBRI Brussel yang diasuh oleh Made Wardana. Selain itu, Gabriel juga sangat menggemari Wayang Kulit, seni tari, dan musik tradisional Indonesia.
Selain Gabriel, cerita mengenai budaya yang menjembatani Indonesia dan Belgia juga ditunjukkan Fillippo Deorsola, warga negara Italia yang tinggal di Brussel. Pada bulan Oktober 2024, Fillippo dan band jazznya, Anaphora, mengerjakan proyek kolaborasi musik Jazz dengan kelompok Gamelan Sandhikala yang berada di Yogyakarta. Pengalaman Fillippo bersentuhan dengan gamelan membuatnya jatuh cinta pada gamelan sehingga bergabung dengan kelompok Gamelan KBRI Brussel. Fillippo juga mengajak teman-teman pemusiknya untuk bergabung dengan kelompok Gamelan KBRI Brussel.
Kembali pada perayaan 75 tahun hubungan persahabatan Indonesia dan Belgia, kita patut mengapresiasi upaya yang telah dilakukan oleh KBRI Brussel untuk memeriahkan perayaan tersebut dengan kegiatan Indonesia-Belgium Culture Festival yang diselenggarakan di beberapa kota Belgia. Festival tersebut bukan hanya memperkenalkan kekayaan seni dan budaya Indonesia, tetapi juga ragam kuliner Nusantara. Upaya untuk memperkenalkan Indonesia di Belgia secara intensif melalui festival budaya di berbagai kota sepanjang tahun 2024 perlu untuk terus ditingkatkan agar masyarakat lokal Belgia lebih mengenal Indonesia.
Dari pengalaman penulis selama hampir tiga tahun tinggal di Belgia, pengenalan masyarakat lokal Belgia terhadap Indonesia masih lebih rendah jika dibanding dengan negara tetangga, misalnya Thailand. Hal ini juga berbanding lurus dengan jumlah kunjungan wisatawan Belgia yang lebih banyak berkunjung ke Thailand dibanding ke Indonesia. Pada tahun 2023, kunjungan wisatawan Belgia ke Thailand sebanyak 85.512 orang sementara wisatawan Belgia yang berkunjung ke Indonesia pada tahun yang sama sejumlah 40.888 orang.
Upaya promosi Indonesia melalui penyelenggaraan berbagai kegiatan festival seni budaya dan Kuliner Nusantara perlu lebih intensif dilakukan untuk meningkatkan pengenalan tentang Indonesia kepada masyarakat lokal Belgia. Pengalaman warga lokal untuk melihat pertunjukan seni budaya dan merasakan sajian kuliner Nusantara yang berkualitas akan menumbuhkan kenangan baik dan membangkitkan rasa ingin tahu lebih jauh tentang Indonesia. Untuk itu, diperlukan sinergi berbagai pihak untuk mendukung penyelenggaraan berbagai kegiatan promosi seni budaya dan kuliner Nusantara di Belgia.
Rumah Budaya Indonesia (RBI) di Brussel yang telah ada sejak tahun 2019 perlu diberdayakan dan dimanfaatkan untuk mendukung upaya-upaya diplomasi kebudayaan Indonesia di Belgia. Kerja sama dan sinergi dari kementerian-kementerian terkait, di antaranya: Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kebudayaan, dan Kementerian Pariwisata diperlukan agar RBI yang telah ada di beberapa kota besar di luar negeri dapat dikelola dengan lebih baik dan dapat memberikan manfaat yang lebih optimal. Sebagai langkah awal, pengelola RBI dapat melakukan studi banding ke Cultural Center dari negara-negara lain untuk mendapatkan gambaran mengenai pengelolaan, pendanaan, dan kegiatan mereka.
Upaya untuk mengembangkan restoran Indonesia di luar negeri melalui program Indonesia Spice Up the World harus terus didukung oleh berbagai pemangku kepentingan. Kehadiran restoran Indonesia di Belgia masih perlu untuk ditingkatkan, mengingat sampai dengan saat ini baru terdapat 12 restoran Indonesia yang lokasinya berada di sekitar Brussel, Antwerpen, dan Ghent. Kondisi tersebut berbeda dengan keberadaan restoran Thailand yang dengan mudah dapat kita temui di kota-kota besar Belgia. Kehadiran restoran Indonesia bukan hanya mempunyai dampak ekonomi bagi pelaku industri Kuliner Nusantara dan petani rempah-rempah Indonesia, tetapi juga berperan dalam memperkenalkan Indonesia kepada masyarakat lokal di luar negeri.
Hubungan persahabatan selama 75 tahun antara Indonesia dan Belgia yang telah berlangsung dengan harmonis dan konstruktif perlu untuk terus ditingkatkan. Selain kerja sama yang telah terjalin erat melalui berbagai mekanisme pertemuan para pejabat pemerintahan, kedekatan masyarakat kedua negara juga dapat terus ditingkatkan melalui "jembatan budaya".
Cerita mengenai Eric Domb yang "menghadirkan" Bali dan Indonesia di Pairi Daiza, Gabriel Laufer yang memilih untuk tinggal di Indonesia karena kecintaanya pada seni dan budaya Indonesia, dan Fillippo yang memperkenalkan gamelan kepada koleganya merupakan bukti bahwa seni, budaya, dan nilai suatu bangsa dapat menjadi jembatan perekat persahabatan masyarakat dua negara. Melalui pemajuan diplomasi kebudayaan dalam hubungan Indonesia dan Belgia, kita berharap akan banyak kisah-kisah lain di Belgia yang mirip dengan cerita Eric Domb, Gabriel Laufer, dan Fillippo Deorsola.
(zik)