JAKARTA - Kinerja ekonomi dan keuangan syariah Indonesia terpotret tetap tumbuh positif meski relatif tertahan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Sektor unggulan
Halal Value Chain (HVC) terus tumbuh dan menopang lebih dari 25% ekonomi nasional, didorong oleh kinerja sektor makanan-minuman halal dan fesyen muslim, pariwisata ramah muslim (PRM), dan pertanian. Hal tersebut terangkum dalam laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia (KEKSI) 2024 yang diluncurkan Bank Indonesia (BI), Jumat (21/2/2025).
Capaian intermediasi perbankan syariah terus mencatat pertumbuhan positif dan menunjukkan ketahanan industri keuangan syariah. Lebih lanjut, dipaparkan kondisi likuiditas perbankan syariah sepanjang 2024 tetap terjaga didukung peningkatan kegiatan Operasi Moneter Syariah (OMS) dan transaksi Pasar Uang dan Valuta Asing (PUVA) syariah.
Strategi Pengembangan Ekonomi Syariah 2024Pada tahun 2024, pengembangan Ekonomi Syariah diprioritaskan pada pengembangan sektor unggulan industri halal, khususnya makanan dan minuman halal, serta fesyen muslim, sebagai motor pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, strategi pengembangan ekonomi syariah juga dilakukan melalui upaya optimalisasi rantai nilai halal dari hulu hingga hilir, mencakup sektor pertanian, peternakan, dan perikanan, kehutanan, dan lainnya diintensifkan untuk meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan usaha.
Langkah-langkah ini diharapkan dapat menciptakan
multiplier effect yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, meningkatkan investasi di sektor halal, dan memperluas pangsa pasar produk halal Indonesia di tingkat global.
Dalam hal ini, BI berkomitmen untuk mendukung pertumbuhan ekonomi syariah secara berkelanjutan. Sukuk sebagai salah satu instrumen keuangan syariah, mengambil peran dalam pembiayaan proyek-proyek infrastruktur dan sektor-sektor produktif lainnya. Dengan mendorong perkembangan pasar sukuk, BI berharap dapat meningkatkan kontribusi sektor keuangan syariah terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Dari sisi instrumen, sukuk terus mencatat pertumbuhan yang konsisten. Nilai outstanding sukuk dalam tren meningkat, dari Rp29,83 triliun pada 2019 menjadi Rp55,26 triliun pada 2024, dengan jumlah sukuk outstanding yang bertambah dari 143 menjadi 247.
Akumulasi nilai penerbitan sukuk melonjak dari Rp48,24 triliun pada 2019 menjadi Rp121,16 triliun pada 2024, diiringi peningkatan jumlah penerbitan dari 232 menjadi 523. Tren positif ini mencerminkan daya tarik sukuk sebagai instrumen investasi syariah yang strategis, mendukung kebutuhan pendanaan jangka panjang perusahaan.
Penguatan pasar uang syariah dilakukan melalui pengembangan infrastruktur dan regulasi yang mendukung stabilitas dan likuiditas pasar, serta memfasilitasi transaksi keuangan syariah antar lembaga keuangan.
Peningkatan akses pembiayaan syariah bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), juga menjadi prioritas untuk mendorong pertumbuhan sektor riil dan meningkatkan inklusi keuangan di Tahun 2024. Untuk mempercepat kredit UMKM dan usaha ultra mikro (UMi), BI menyempurnakan kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudnesial (RPIM) bagi Bank Umum Konvensional, Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Peningkatan literasi dan inklusi keuangan syariah juga menjadi strategi krusial dalam memperluas penetrasi ekonomi syariah. Upaya peningkatan literasi ekonomi syariah diimplementasikan melalui program edukasi dan sosialisasi yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap prinsip dan produk keuangan syariah.
Secara paralel, pemerintah berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan otoritas terkait mendorong peningkatan inklusi keuangan syariah, dengan fokus utama pada daerah-daerah terpencil, melalui pengembangan infrastruktur keuangan dan penyediaan akses layanan keuangan syariah yang lebih luas.
Hasilnya, Indeks Literasi Ekonomi Syariah 2024 menunjukkan peningkatan signifikan mencapai 42,84%, dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 28,01%.
Bank Indonesia tidak hanya mendorong perluasan cakupan kegiatan usaha perbankan syariah dari sisi komersial, tetapi juga memperkuat keuangan sosial syariah melalui optimalisasi dana Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf (ZISWAF).
Upaya ini dilakukan melalui kolaborasi dengan berbagai pemangku kebijakan, seperti Kementerian Agama, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), dan Badan Wakaf Indonesia (BWI), untuk meningkatkan manfaat pengembangan sektor keuangan sosial.
Langkah Strategis 2025Dalam proyeksi ke depan, optimalisasi kontribusi ekonomi dan keuangan syariah sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru akan diperkuat melalui sinergi multidimensi dengan pemangku kepentingan terkait.
Pada tahun fiskal 2025, Bank Indonesia akan mengimplementasikan kebijakan pro-pertumbuhan melalui pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Strategi ini dioperasionalkan melalui tiga program utama.
Pertama, penguatan ekosistem produk halal pada sektor
Halal Value Chain (HVC) unggulan, yang meliputi makanan-minuman halal, modest fashion, dan pariwisata ramah muslim, untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing.
Kedua, penguatan sektor keuangan syariah melalui pengembangan instrumen Sukuk Rupiah Bank Indonesia (SukBI) dan Sukuk Valuta Asing Bank Indonesia (SUVBI), serta peningkatan inklusivitas melalui integrasi keuangan sosial dan komersial untuk memperdalam pasar keuangan syariah.
Ketiga, peningkatan adopsi gaya hidup halal dan literasi ekonomi syariah melalui penyelenggaraan Festival Ekonomi Syariah (FESyar) di tingkat regional dan Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) di tingkat internasional, guna memperluas pemahaman dan partisipasi masyarakat dalam ekonomi syariah.
(skr)