BRUSSEL - Keberlangsungan NATO tanpa keterlibatan Amerika Serikat (AS) menjadi perdebatan hangat di tengah dinamika politik global saat ini. Mengingat selama ini AS telah menjadi inti dari kekuatan organisasi tersebut.
Permusuhan publik Presiden AS Donald Trump terhadap Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, kesediaannya merangkul Presiden Rusia Vladimir Putin, dan komentar baru-baru ini telah menimbulkan keraguan apakah AS akan membela sekutu NATO.
Selama ini, AS memegang peran kunci dalam NATO, menyediakan sumber daya militer dan intelijen yang signifikan.
AS dan Jerman merupakan penyumbang terbesar anggaran militer, anggaran sipil, dan program investasi keamanan NATO, masing-masing hampir 16%, diikuti Inggris sebesar 11% dan Prancis sebesar 10%, menurut lembar fakta NATO.
Namun, dengan adanya kemungkinan pengurangan atau penarikan dukungan tersebut, negara-negara Eropa harus mengevaluasi kemampuan mereka mengisi kekosongan yang ditinggalkan.
Beberapa analis berpendapat Eropa memiliki potensi meningkatkan kapasitas militernya, namun hal ini memerlukan komitmen politik dan finansial yang kuat.
Kondisi NATO jika Amerika Serikat Hengkang
Langkah-langkah telah diambil oleh Uni Eropa untuk meningkatkan kerjasama pertahanan. Para pemimpin Eropa telah menyetujui pelonggaran batasan anggaran guna memungkinkan peningkatan belanja militer.
Diskusi mengenai pendanaan pertahanan yang signifikan dan pengerahan pasukan Eropa di Ukraina sedang berlangsung, menunjukkan keseriusan Eropa dalam menghadapi situasi ini.
Selain itu, ada usulan meluncurkan "Operation Sky Shield," inisiatif yang melibatkan 120 jet tempur dari Inggris dan Eropa untuk melindungi wilayah udara Ukraina dari serangan Rusia.
Meskipun inisiatif ini terpisah dari NATO, hal ini menunjukkan upaya Eropa dalam mengambil peran lebih aktif dalam menjaga keamanan regional.
Meski begitu, beberapa negara Eropa masih bergantung pada teknologi dan intelijen militer AS. Selain itu, perbedaan pandangan politik dan prioritas nasional dapat menjadi hambatan dalam mencapai kesepakatan kolektif yang diperlukan untuk memperkuat pertahanan Eropa secara mandiri.
Di sisi lain, ada harapan ancaman penarikan AS hanyalah strategi untuk mendorong sekutu meningkatkan kontribusi mereka dalam aliansi.
Situasi serupa pernah terjadi sebelumnya, di mana ancaman tersebut tidak terealisasi dan NATO tetap berfungsi seperti biasa.
Pada akhirnya, kehilangan dukungan AS akan menjadi pukulan bagi NATO. Hal ini juga dapat menjadi katalis bagi Eropa untuk mengambil peran lebih besar dalam keamanan regional.
Dalam menghadapi tantangan ini, Eropa harus menunjukkan bahwa mereka mampu dan bersedia untuk melindungi diri mereka sendiri serta sekutu mereka.
Ini adalah momen bagi Eropa untuk membuktikan mereka tidak hanya bergantung pada AS, tetapi juga memiliki kapasitas memimpin dalam menjaga perdamaian dan stabilitas global.
Baca juga: 10 Negara dengan Anggaran Pertahanan Tertinggi pada 2025, Indonesia Nomor Berapa? (sya)