LONDON - Sebuah laporan media Inggris menyebut Presiden
Amerika Serikat (AS)
Donald Trump dapat menonaktifkan seluruh armada
jet tempur siluman F-35 Eropa hanya dengan menekan tombol "
kill switch" dari jarak jauh.
Laporan itu mengutip kekhawatiran para pejabat Eropa.
Jerman akan menerima 35 unit jet tempur canggih senilai €8,3 miliar tersebut tahun depan dalam kesepakatan dengan AS.
Kemampuan AS untuk mengubah haluan yang akan membuat jet tempur itu tidak dapat dioperasikan telah lama menjadi bahan spekulasi. Namun, laporan surat kabar
The Telegraph yang berbasis di Inggris dalam analisisnya menyatakan bahwa spekulasi itu belum terbukti setidaknya hingga saat ini.
Baca Juga: AS Inginkan Harta Karun Mineral Tanah Langka, Ukraina Minta Jet Tempur Siluman F-35 Meski demikian, kekhawatiran meningkat di kalangan pejabat Eropa bahwa Trump mungkin akan menggunakan tindakan drastis yang sama untuk menegakkan tujuan politiknya di Ukraina.
Pekan lalu, presiden Amerika itu membekukan bantuan militer ke Ukraina dan menghentikan pembagian informasi intelijen untuk menekan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky agar mengadakan perundingan damai dengan Rusia dan menandatangani kesepakatan mineral tanah langka dengan Washington.
Pada Sabtu pekan lalu, muncul laporan bahwa F-16 yang dipasok AS telah berhenti beroperasi di Ukraina.
Meskipun hal ini terjadi karena penangguhan dukungan penting untuk sistem radar alih-alih "dimatikan", Joachim Schranzhofer, kepala komunikasi di Hensoldt, perusahaan senjata Jerman, mengatakan kepada surat kabar
Bildbahwa "
kill switch" atau "saklar pemutus" pada F-35 lebih dari sekadar rumor.
Pada Jumat lalu, Departemen Pertahanan Swiss membantah laporan yang menunjukkan AS dapat mengganggu F-35, dan bersikeras bahwa operator jet tempur dapat menggunakannya "secara otonom dan independen kapan saja".
Jenderal Frederik Vansina, kepala pertahanan Belgia, mengatakan minggu lalu bahwa F-35 bukan pesawat yang dikendalikan dari jarak jauh.
Para pemimpin Eropa terus mendukung Zelensky saat Trump mengambil garis yang semakin keras terhadap Ukraina dalam perangnya melawan Rusia.
Wolfgang Ischinger, mantan ketua Konferensi Keamanan Munich, mengatakan kepada Bild bahwa hilangnya dukungan Trump untuk Ukraina menjadi pertanda buruk bagi hubungan Jerman dengan Washington dalam hal pertahanan.
"Jika kita takut bahwa AS akan membuat jet tempur F-35 Jerman di masa depan sama seperti yang mereka buat di Ukraina sekarang, maka masalah pembatalan kontrak dapat dipertimbangkan," kata Ischinger.
Prospek AS akan berbalik melawan Jerman setelah kesepakatan selesai akan membuat mereka yang telah menyuarakan kekhawatiran atas meningkatnya ketergantungan Eropa pada AS untuk persenjataan menjadi lebih berani.
Menurut Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), sekitar 55 persen impor senjata oleh negara-negara Eropa pada tahun 2019–2023 dipasok oleh AS, naik dari 35 persen pada tahun 2014–2018.
Dan Smith, direktur SIPRI, mengatakan: “Lebih dari separuh impor senjata oleh negara-negara Eropa berasal dari AS.
“Pada saat yang sama, Eropa bertanggung jawab atas sekitar sepertiga ekspor senjata global, termasuk volume besar yang dikirim ke luar kawasan, yang mencerminkan kapasitas industri-militer Eropa yang kuat," ujarnya, yang dilansir Senin (10/3/2025).
Mempertahankan hubungan Eropa-AS, imbuh Smith, adalah salah satu alasan mengapa negara-negara NATO Eropa memutuskan untuk mengimpor dari AS.
Jerman sedang berada di tengah-tengah peningkatan bersejarah untuk pertahanannya jika Rusia memperluas agresi militernya di luar Ukraina.
Rheinmetall, produsen amunisi terkemuka di Eropa, mengatakan minggu lalu bahwa mereka akan mengubah fungsi dua pabrik yang saat ini memproduksi suku cadang otomotif untuk sebagian besar membuat peralatan pertahanan.
(mas)