SARAJEVO - Jaksa penuntut Bosnia mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk presiden, perdana menteri, dan Ketua Parlemen Republika Srpska, wilayah yang sebagian besar dihuni orang Serbia di Bosnia dan Herzegovina.
Mereka dituduh telah melancarkan "serangan terhadap tatanan konstitusional" dengan memberlakukan undang-undang yang membatasi operasi lembaga peradilan dan penegakan hukum tingkat negara bagian Bosnia.
Setelah perang saudara brutal yang mengadu domba kelompok etnoreligius di wilayah bekas Yugoslavia itu, Bosnia dan Herzegovina terbagi menjadi dua entitas yang memerintah sendiri, Republika Srpska yang beranggotakan etnis Serbia dan satu federasi yang dijalankan orang Bosniak (Muslim Bosnia) dan Kroasia, di bawah Perjanjian Dayton 1995 yang ditengahi Amerika Serikat (AS).
Sebagai bagian dari pengaturan ini, negara tersebut diperintah oleh presiden yang beranggotakan tiga orang, seorang Bosniak, seorang Serbia, dan seorang Kroasia, dan mencakup distrik otonom di persimpangan jalan utama.
Surat perintah penggeledahan dikeluarkan meskipun Banja Luka, pusat administrasi Republika Srpska yang mayoritas penduduknya adalah orang Serbia, tidak mengakui kewenangan Kantor Kejaksaan yang berpusat di Sarajevo.
“Kantor Kejaksaan negara itu mengeluarkan perintah tersebut setelah Presiden Serbia Bosnia Milorad Dodik, Perdana Menteri Radovan Viskovic, dan Ketua Parlemen Nenad Stevandic gagal menanggapi dua panggilan pemeriksaan,” ungkap laporan televisi Republik Serbia, mengutip pernyataan pemerintah daerah.
Pengadilan yang berpusat di Sarajevo bulan lalu menjatuhkan hukuman satu tahun penjara kepada Dodik dan melarangnya memegang jabatan presiden selama enam tahun karena menghalangi keputusan yang dibuat pengadilan konstitusi Bosnia dan menentang kewenangan utusan internasional Christian Schmidt.
Schmidt, yang berkebangsaan Jerman, secara resmi ditugaskan mengawasi pelaksanaan Perjanjian Damai Dayton tahun 1995.
Dodik sendiri tidak menghadiri vonisnya dan mengumumkan rencana agar Majelis Nasional Republika Srpska menolak putusan pengadilan dan melarang penegakan putusan apa pun yang dibuat badan peradilan negara Bosnia di wilayahnya.
Anggota parlemen Serbia Bosnia mengesahkan undang-undang yang melarang badan peradilan pusat dan polisi beroperasi di Republika Srpska.
Mahkamah Konstitusi Bosnia menangguhkan sementara undang-undang tersebut pada tanggal 6 Maret, sambil menunggu putusan akhir, tetapi Dodik bersikeras undang-undang baru tersebut harus dilaksanakan.
Radovan Kovacevic, juru bicara partai Dodik, Aliansi Demokrat Sosial Independen, membantah bahwa Presiden Dodik atau Republika Srpska telah "menyerang" tatanan konstitusional Bosnia.
"Tidak seorang pun akan menangkap atau dapat menangkap pimpinan negara Republika Srpska. Republika Srpska tidak menyerang tatanan konstitusional; sebaliknya, dia membuat keputusan yang berhak dibuatnya, berdasarkan konstitusi Bosnia dan Herzegovina dan Republika Srpska," ungkap Kovacevic.
Mengomentari tindakan tersebut, Wakil Perdana Menteri Serbia Aleksandar Vulin menegaskan Serbia akan mencegah penahanan pejabat tinggi Republika Srpska dan menggambarkan perintah dari Kantor Kejaksaan Bosnia dan Herzegovina sebagai upaya balas dendam yang berkelanjutan terhadap Dodik.
"Ini adalah balas dendam terhadap Milorad Dodik dan balas dendam terhadap orang Serbia," klaim Vulin.
Kantor Kejaksaan berwenang memanggil orang untuk diperiksa hingga dua kali. Jika mereka gagal mematuhi, perintah penahanan dapat dikeluarkan.
Jika Dodik, Stevandic, dan Vickovic menolak penahanan, surat perintah penangkapan nasional dapat menyusul.
Baca juga: Hamas Senang Trump Cabut Rencana AS Usir Warga Gaza (sya)