floating-Hidupkan Kembali Ladang...
Hidupkan Kembali Ladang Minyak yang Mati 10 Tahun, Libya Raup Pendapatan Rp86,8 T
Hidupkan Kembali Ladang...
Hidupkan Kembali Ladang Minyak yang Mati 10 Tahun, Libya Raup Pendapatan Rp86,8 T
Rabu, 09 April 2025 - 22:10 WIB
JAKARTA - Pendapatan minyak Libya pada kuartal pertama tahun 2025, tercatat mencapai USD5,2 miliar atau setara Rp86,8 triliun (kurs Rp16.703 per USD) per 27 Maret. Sementara Bank Sentral mendevaluasi dinar Libya sebesar 13,3%, dengan menetapkan nilai tukar resmi baru pada 5,567 dinar terhadap dolar AS.

Pada bulan Maret, National Oil Corporation (NOC) milik negara Libya mengatakan, bahwa Mabrouk Oil Operations Company telah memulai kembali produksi di ladang minyak Al-Mabrouk setelah berhenti selama 10 tahun. Dimulainya kembali produksi di ladang minyak Al-Mabrouk menandai tonggak penting bagi sektor energi Libya, yang telah menghadapi gangguan berulang kali karena ketidakstabilan politik dan masalah keamanan.

Baca Juga: Deretan Pencapaian Libya di Era Kejayaannya

Pembukaan Al-Mabrouk, ladang minyak berukuran sedang, akan berkontribusi pada upaya Libya yang lebih luas untuk menstabilkan dan meningkatkan produksi, membantu negara itu menghasilkan pendapatan yang sangat vital.

Pada Desember tahun lalu, NOC mengumumkan bahwa produksi minyak mentah harian negara itu telah melampaui target 2024, yakni tembus 1.405.609 barel, di samping 52.633 barel kondensat. Angka-angka tersebut direalisasikan, meskipun terjadi keterlambatan pencairan alokasi anggaran 2024.

Prospek Ekonomi Libya

AFDB memperkirakan ekonomi Libya akan tumbuh sebesar 6,2% pada tahun 2025, dengan asumsi harga minyak dan gas yang stabil dan tingkat produksi yang berkelanjutan.

Sementara itu pengeluaran publik dalam mata uang asing tercatat mencapai USD9,8 miliar, menghasilkan defisit USD4,6 miliar dalam tiga bulan pertama tahun ini, menurut sebuah laporan Bank Sentral.

Tahun lalu, Libya mencetak pendapatan ekspor minyak sekitar USD18,6 miliar, sementara pengeluaran mata uang asing mencapai USD27 miliar, hingga menciptakan kesenjangan yang signifikan antara permintaan mata uang asing dan cadangan devisa.

Bank Sentral mengungkapkan bahwa total belanja publik pada tahun 2024 mencapai USD40,24 miliar (LYD 224 miliar), sedangkan pendapatan minyak dan pajak sebesar USD24,4 miliar (LYD 136 miliar). Bank mencatat bahwa pengeluaran ini menyebabkan permintaan mata uang asing menyentuh angka USD36 miliar.

Baca Juga: Perang Berkecamuk, Harga Minyak Mengamuk

Bank Sentral menyoroti bahwa kesenjangan ini menghadirkan tantangan dalam merumuskan kebijakan yang jelas untuk pengelolaan nilai tukar. Diperingatkan juga bahwa situasinya dapat memburuk jika produksi atau ekspor minyak menurun, atau jika harga minyak turun. Nilai tukar mata uang asing sebelumnya adalah 4,8 dinar terhadap dolar.
(akr)
Baca Berita
Dengarkan Selanjutnya :
Laba Raksasa Minyak...
Laba Raksasa Minyak Saudi Ambles 4,6%, Aramco Kantongi Rp426,7 Triliun
Defisit Anggaran Rusia...
Defisit Anggaran Rusia Diramal Meledak Capai Rp760 Triliun, Ini Sebabnya
Usai Petinggi Berau...
Usai Petinggi Berau Coal dan Pamapersada, Giliran Adaro Jadi Saksi Kasus Minyak Mentah
Putin Kena Imbas Perang...
Putin Kena Imbas Perang Dagang, Seret Minyak Rusia ke Jalur Neraka
ICP Maret 2025 Melorot,...
ICP Maret 2025 Melorot, Harga BBM Subsidi Berpeluang Turun?