TEL AVIV -
Israel sedang mempersiapkan diri secara militer untuk menyerang
Iran jika perundingan nuklir yang sedang berlangsung antara Teheran dan Washington gagal.
Surat kabar Israel,
Maariv, melaporkan persiapan tersebut yang dimulai dengan menimbun persenjataan canggih buatan Amerika dalam jumlah besar—yang proses transfer senjatanya sedang berlangsung.
Dalam beberapa minggu terakhir, menurut laporan tersebut, Angkatan Udara Israel telah menerima bom penghancur bunker, serta amunisi berat dan sedang mulai dari satu hingga 1,5 ton.
Baca Juga: Kepala IAEA: Iran Tidak Jauh dari Memiliki Bom Nuklir Senjata-senjata ini telah tiba melalui laut dan udara, dengan puluhan pesawat kargo AS, termasuk pesawat Hercules, mendarat di Pangkalan Udara Nevatim di Negev dan di Bandara Ben Gurion.
Menurut laporan
Maariv, pengiriman tersebut mencakup peralatan JDAM, yang mengubah bom tanpa kendali menjadi amunisi berpemandu presisi.
Sebagian besar pengiriman senjata baru-baru ini dilaporkan berasal dari persediaan militer AS di Eropa dan wilayah lain.
Seorang tokoh senior dalam industri senjata Israel mengatakan kepada media Israel bahwa Kementerian Pertahanan telah memesan senjata tersebut untuk mengisi kembali persediaan darurat Angkatan Udara.
Pengiriman tersebut juga mencakup jenis bom, rudal, sistem suar defensif tambahan untuk melindungi pesawat dari rudal pencari panas, dan baterai THAAD (Terminal High Altitude Area Defence) tambahan.
Sistem THAAD dilaporkan baru saja digunakan minggu lalu untuk mencegat rudal balistik yang ditembakkan dari Yaman.
Meskipun militer Israel belum berkomentar secara terbuka tentang transfer senjata AS tersebut, laporan
Maariv mengindikasikan bahwa peningkatan tersebut tidak hanya diarahkan pada perang yang sedang berlangsung di Gaza, tetapi terutama dimaksudkan untuk mempersiapkan skenario di mana diplomasi dengan Iran gagal dan konfrontasi militer pecah.
Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengkritik Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah Steve Witkoff karena membuat pernyataan yang "bertentangan" dan "tidak konstruktif" tentang perundingan nuklir dengan Teheran.
Araghchi mengatakan kepada wartawan setelah rapat kabinet mingguan pada hari Rabu bahwa pernyataan "bertentangan" dari AS "tidak membantu" proses negosiasi, seraya menambahkan bahwa Teheran "perlu mendengar posisi sebenarnya" Washington pada pertemuan mereka berikutnya, menurut laporan kantor berita
IRNA, Kamis (17/4/2025).
"Jika mereka datang dengan posisi yang konstruktif, saya harap kita dapat memulai negosiasi tentang kerangka kerja kesepakatan yang mungkin. Jika mereka tidak melakukannya dan terus menyajikan posisi yang bertentangan, pekerjaan akan menjadi sulit," katanya.
"Negosiasi hanya dapat berjalan maju atas dasar rasa saling menghormati," imbuhnya, sambil memperingatkan bahwa tekanan AS yang terus berlanjut selama perundingan "tidak akan menghasilkan keuntungan apa pun".
Dia menambahkan bahwa Iran terbuka untuk membangun kepercayaan atas masalah internasional tetapi tidak akan berkompromi atas apa yang dilihatnya sebagai hak kedaulatannya untuk pengayaan nuklir.
Pada hari Sabtu, Teheran dan Washington mengadakan putaran pertama perundingan "tidak langsung" sejak Donald Trump kembali ke Gedung Putih pada bulan Januari. Delegasi tersebut dipimpin oleh Araghchi dan Witkoff.
Pertemuan tersebut diadakan di Muscat dan dimediasi oleh Menteri Luar Negeri Oman Badr al-Busaidi. Putaran berikutnya akan berlangsung 19 April.
(mas)