JAKARTA - Pakar hukum tata negara,
Mahfud MD menyoroti perkembangan penanganan kasus
pagar laut Tangerang yang hingga kini berkasnya itu tak kunjung selesai. Bahkan, kepolisian dan Kejagung saling lempar berkas berkaitan ada tidaknya dugaan korupsi di kasus pagar laut tersebut.
"Kasus pagar laut itu dari sudut apa pun indikasi korupsinya kuat karena tak mungkin ada sebuah sertifikat, ratusan sertifikat dikeluarkan tanpa ada pejabat yang meneliti. Nah kalau sudah meneliti kok sampai keluar ratusan pasti kolusi, pasti kolusi. Kalau satu gitu iya itu keliru, tapi ini ratusan dan yang dijadikan tersangka hanya seorang lurah dari 16 kelurahan, ndak masuk akal, masa seorang lurah bisa mengatur 16 kelurahan lainnya," kata Mahfud MD secara daring, Kamis (17/4/2025).
Menurutnya, kasus pagar laut Tangerang memiliki indikasi korupsi yang kuat. Hanya dalam perkembangannya kasus tersebut malah terjadi saling lempar antara kepolisian dengan Kejagung. Polisi menyatakan kasus pagar laut itu bukan perkara korupsi, hanya pemalsuan yang dilakukan seorang Lurah Kohod.
Baca juga:
Kejagung Kembalikan Berkas Perkara Pagar Laut Tangerang ke Bareskrim, Minta Gunakan UU Tipikor "Jaksa Agung mengatakan enggak itu korupsi, dikembalikan kasus ini, sehingga sekarang ini, kasus yang besar ini sekarang tak jelas nasibnya. Polisi sesudah dikembalikan bilang lagi, oh sesudah kami teliti sesuai permintaan Kejaksaan Agung tetap tak diketemukan unsur korupsinya, dikembalikan lagi ke Kejaksaan Agung bahwa itu tetap bukan kasus korupsi," tuturnya.
Mahfud menjelaskan, sebagaimana pernyataan polisi beberapa hari lalu, polisi menyebutkan kasus pagar laut itu bukan perkara korupsi karena tak ada kerugian negara. Sejatinya, dalam penanganan kasus pagar laut, dia melihat adanya kekeliruan lantaran kasus tersebut masuk dalam kasus korupsi.
"Nah ini salah total, korupsi itu kerugian negara itu hanya 1 unsur dari 7 jenis korupsi. Tujuh jenis utama korupsi itu, yang pertama definisi korupsi itu memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan cara melanggar hukum. Itu sudah pasti ada kan, ada perusahaan yang disebut, ada Lurah Kohodnya yang berkolusi dengan cara melawan hukum dan menimbulkan kerugian negara, itu korupsi yang menggunakan APBN, kerugian negara," katanya.
"Nah kalau suap ndak usah pakai kerugian negara. Saudara tahu Pak Hakim Muhtarom di penjara, ndak ada kerugian sama sekali karena dia hanya menerima suap. Ada yang banyak sekarang masuk penjara karena gratifikasi itu ndak ada kerugian negara, dia hanya mendapat, kalau suap tolong dibuatkan ini, ini uangnya, ndak pakai APBN uangnya, ndak merugikan negara," kata Mahfud MD lagi.
Mantan Menko Polhukam itu menjabarkan, sejatinya masih ada 7 jenis korupsi lain yang menyatakan tak perlu adanya kerugian negara. Contohnya perbuatan melawan hukum dengan menggunakan jabatan yang berakibat pada keuangan, bukan hanya keuangan negara.
"Misalnya, saya pejabat ada proyek di sini, tapi proyek ini saya kasihkan ke saudara saya, termasuk korupsi itu. Penyalahgunaan jabatan, ada penggelapan jabatan," ungkapnya.
Dia menambahkan, persoalan pagar laut Tangerang itu menjadi ujian bagi masa depan hukum Indonesia. Maka itu, dia ingin agar kasus tersebut bisa segera ditangani dengan baik, yang mana sejatinya dalam penanganan kasus dugaan korupsi pagar laut Tangerang itu bisa dilakukan oleh 3 Lembaga yang ada di Indonesia.
"Satu caranya Kejaksaan Agung itu bisa mengambil alih kasus ini secara sendiri tanpa harus lewat polisi. Karena ada 3 lembaga yang bisa mengambil tindakan terhadap korupsi ini, satu KPK, dua Kejaksaan Agung, tiga Polri. Bisa Jaksa Agung mengambil, kami berpendapat ini sudah kami ambil alih, kemarin soal Lurah Kohod itu dianggap penggelapan atau pemalsuan yah kita proses sesuai dengan temuan polisi tapi kami ungkap korupsinya kami ungkap, bisa," katanya.
"Kedua, polisi sudah punya Badan Pusat Penanganan Tindak Pidana Korupsi yang baru itu, serahkan saja ke situ. Kapolri mengatakan sudah ini Tipidum sudah ndak bisa lagi, ndak menemukan, kamu yang menangani, itu bisa kalau mau," kata Mahfud MD lagi.
(abd)