TEL AVIV - Militer Zionis
Israel akan tetap berada di zona keamanan yang telah ditetapkan di
Gaza tanpa batas waktu. Demikian ditegaskan Menteri Pertahanan, Israel Katz.
Katz menambahkan bahwa pasukan Israel juga akan tetap berada di zona serupa di Lebanon dan Suriah.
Rezim Zionis berdalih zona penyangga diperlukan untuk melindungi masyarakatnya dan mencegah serangan di masa mendatang oleh kelompok militer eksternal.
Di Gaza, militer Israel telah membangun koridor untuk memisahkan wilayah yang berada di bawah kendali Hamas.
Baca Juga: Jet Tempur Hendak Mengebom Gaza, tapi Malah Menghantam Permukiman Zionis Israel juga menolak untuk mundur dari beberapa wilayah di Lebanon setelah gencatan senjata dengan Hizbullah tahun lalu, dan merebut zona penyangga di Suriah selatan setelah Presiden Bashar al-Assad digulingkan.
"Tidak seperti di masa lalu, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) tidak mengevakuasi wilayah yang telah dibersihkan dan direbut," kata Katz dalam sebuah pernyataan.
"IDF akan tetap berada di zona keamanan sebagai penyangga antara musuh dan komunitas [Israel] dalam situasi sementara atau permanen apa pun di Gaza—seperti di Lebanon dan Suriah," lanjut pernyataan Katz, seperti dikutip dari
BBC, Jumat (18/4/2025).
Pasukan Israel telah menguasai lebih dari separuh wilayah Gaza dalam serangan baru menyusul gagalnya gencatan senjata dan terhentinya negosiasi pembebasan sandera bulan lalu.
IDF telah melanjutkan serangan udara di Gaza untuk meningkatkan tekanan pada Hamas agar membebaskan sandera yang tersisa yang ditawan selama serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023 di Israel selatan.
Katz juga menyatakan bahwa Israel akan memblokir semua bantuan kemanusiaan untuk memasuki Gaza.
"Tidak ada bantuan kemanusiaan yang akan diizinkan masuk ke Gaza," katanya di X.
"Mencegah bantuan kemanusiaan memasuki daerah kantong itu merupakan salah satu alat tekanan utama yang menghentikan Hamas menggunakan cara ini terhadap penduduk," imbuh dia.
Sikap Israel dapat semakin mempersulit negosiasi dengan Hamas mengenai gencatan senjata di daerah kantong Palestina tersebut dan pembebasan sandera yang tersisa.
Palestina, serta Lebanon dan Suriah, menganggap kehadiran pasukan Israel sebagai pendudukan militer yang melanggar hukum internasional.
Pada hari Rabu, pejabat kesehatan Palestina melaporkan bahwa serangan Israel di Gaza menewaskan 22 orang, termasuk seorang gadis berusia di bawah satu tahun.
Lebih dari 50.000 warga Palestina telah tewas di Gaza, menurut otoritas Palestina, sejak Israel melancarkan operasi militernya sebagai tanggapan atas serangan Hamas.
Hamas telah menyatakan bahwa mereka tidak akan membebaskan sandera yang tersisa tanpa gencatan senjata permanen dan penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza.
Otoritas Israel telah melaporkan bahwa 59 sandera masih berada di Gaza, dengan 24 orang diyakini masih hidup.
Puluhan lainnya sebelumnya dibebaskan melalui perjanjian gencatan senjata atau kesepakatan terpisah.
Organisasi yang mewakili keluarga para sandera menuduh pemerintah Israel memprioritaskan kontrol teritorial atas nyawa para sandera, meskipun sebelumnya berjanji untuk mengutamakan para sandera.
(mas)