TEHERAN -
Israel sedang bersiap menyerang
Iran dan bertekad melakukannya jika perundingan nuklir antara Teheran dan Washington gagal mencapai kesepakatan.
Dalam beberapa pekan terakhir, Amerika Serikat (AS) terus memasok bom-bom canggih ke Israel termasuk bom penghancur bunker dan peralatan JDAM—yang mengubah bom tanpa kendali menjadi amunisi berpemandu presisi.
Pasokan bom Amerika itu bertolak belakang dengan pernyataan terbaru Presiden AS Donald Trump yang menolak upaya Israel untuk menyerang situs nuklir Teheran.
Baca Juga: Israel Bersiap Serang Iran, Ini Rincian Bom yang Disiapkan Teheran tak gentar. Mereka berupaya untuk menekankan efektivitas pertahanan udaranya, yang telah diserang Israel dengan serangan udara mematikan pada Oktober lalu. Apakah ini merupakan upaya Teheran untuk menyelamatkan muka atau kenyataan objektif masih belum jelas.
“Angkatan Bersenjata Republik Islam Iran, khususnya Pasukan Pertahanan Udara yang kuat, lebih siap dari sebelumnya dan mempertahankan tingkat kesiapan tempur yang tinggi,” tegas Alireza Sabahifard, komandan Pasukan Pertahanan Udara militer Iran dan Pangkalan Pertahanan Udara Khatam al-Anbiya pada awal April.
Dua hari sebelumnya, Sabahifard membanggakan bahwa “kehebatan pertahanan udara” Iran “berdiri kokoh seperti gunung” terhadap potensi ancaman.
Dia membuat pernyataan tersebut di tengah kebuntuan antara Iran dan pemerintahan Trump atas program nuklir Iran. Presiden Trump memberi Teheran tenggat waktu dua bulan untuk bernegosiasi langsung mengenai masa depan program nuklirnya.
Sementara itu, Washington telah mengirim pertahanan udara tambahan ke Timur Tengah. Selain itu, Amerika juga telah mengerahkan pesawat pengebom siluman strategis B-2 Spirit—satu-satunya pesawat yang mampu membawa bom yang dapat merusak situs nuklir bawah tanah Iran secara signifikan—ke Diego Garcia di Samudra Hindia.
Di tengah pengerahan aset-aset tempur AS dan Israel ini, tidak mengherankan jika Iran berusaha meyakinkan publik tentang kemampuan pertahanan udaranya. Namun, itu bukan satu-satunya alasan yang dilakukannya.
Pada 26 Oktober lalu, Israel meluncurkan serangan udara menggunakan jet tempur dan pesawat nirawak yang diklaim telah menghancurkan target-target strategis Iran, termasuk pertahanan udara.
Israel membanggakan bahwa serangan itu menghancurkan sistem rudal pertahanan udara jarak jauh S-300 buatan Rusia milik Iran.
Israel juga menargetkan radar S-300 dalam serangan di Isfahan pada 19 April 2024.
Teheran tentu saja berusaha meremehkan signifikansi serangan ini. Pada awal Februari, misalnya, media Iran memamerkan peluncur S-300 untuk pertama kalinya sejak serangan Oktober dalam latihan pertahanan udara.
Iran secara khusus mengintegrasikan S-300 dengan Bavar-373 buatan Iran, yang diklaim Teheran setara dengan sistem strategis Rusia.
Komandan Pasukan Pertahanan Udara Sabahifard mengatakan pada bulan Februari bahwa pertahanan udara Iran "100% buatan dalam negeri", dengan menyebut Bavar-373 sebagai "contoh utama."
Baca Juga: Militer Iran Siaga Tinggi, Peringatkan Negara-negara Arab Tak Dukung AS Serang Teheran Amir-Ali Hajizadeh, komandan Pasukan Dirgantara paramiliter Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) yang kuat, mengakui pada tanggal 18 Februari bahwa sistem "pertahanan anti-balistik" Iran mengalami kerusakan dalam "insiden baru-baru ini"—mengacu pada serangan Israel.
Pada hari yang sama, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran Mohammad Bagheri mengeklaim pertahanan udara Iran berada pada puncak kesiapan, dan kerusakan kecil yang dialaminya telah diperbaiki sepenuhnya.
Tujuh pejabat militer senior Rusia yang mengkhususkan diri dalam rudal mengunjungi Iran pada tahun 2024, dua di antaranya adalah pakar rudal pertahanan udara, menurut laporan Reuters pada Maret lalu.
Tidak jelas apakah pejabat militer Rusia yang berkunjung itu membantu Iran memperbaiki S-300. Selain itu, Rusia dilaporkan mulai mengirimkan radar dan peralatan pertahanan udara yang tidak disebutkan jumlahnya ke Iran Agustus tahun lalu, jeda di antara dua serangan Israel.
"Saya belum mendengar atau melihat apa pun yang menunjukkan bahwa Rusia telah melakukan apa pun untuk mengganti baterai yang hancur akibat serangan Israel," kata James Devine, profesor madya di Departemen Politik dan Hubungan Internasional di Universitas Mount Allison, kepada
The New Arab, Jumat (18/4/2025).
"Namun, berdasarkan liputan latihan militer Iran, tampaknya Iran masih memiliki beberapa komponen baterai S-300 yang beroperasi," ujarnya.
Insinyur Iran mungkin telah menemukan cara untuk mengintegrasikan radar Bavar-373 dengan peluncur S-300. Bisa jadi serangan Israel yang diluncurkan pada jarak jauh hanya menargetkan radar sistem, seperti yang terjadi pada bulan April, sehingga komponen lain seperti peluncur tetap utuh.
Devine menunjukkan bahwa setiap S-300 terdiri dari empat komponen: radar pencegat, radar akuisisi peringatan dini, kendaraan peluncur, serta komando dan kontrol.
“Sistem terpadu yang baru mungkin mencakup komponen yang masih ada. Atau, mungkin juga Iran menggunakan rudal yang lebih tua,” katanya.
“Mereka meningkatkan rudal 48N6E2 menjadi rudal 48N6DM beberapa tahun lalu, jadi mungkin beberapa rudal yang lebih tua dikembalikan ke garis depan.”
Federico Borsari, pakar pertahanan di Pusat Analisis Kebijakan Eropa mengatakan "intelijen yang solid" menunjukkan bahwa pertahanan udara Iran mengalami kerusakan yang signifikan, terutama radar S-300.
"Meskipun kunjungan pejabat Rusia jelas menguatkan bukti kerja sama militer yang kuat, tingkat dan cakupan bantuan tersebut masih belum pasti," kata Borsari kepada
The New Arab.
"Ada kemungkinan juga bahwa teknisi Iran mencari saran dari Rusia tentang cara meningkatkan kemampuan bertahan dan ketahanan S-300 mereka dan, secara lebih umum, untuk membantu memahami rencana serangan potensial Israel," paparnya.
Dia mencatat bahwa Iran telah "menunjukkan minat yang besar" dalam mengintegrasikan Bavar-373 dalam negerinya dengan S-300 untuk "meningkatkan redundansi" pertahanan udara dan rudal terintegrasinya.
“Dengan kata lain, jika S-300 rusak atau melemah akibat serangan potensial, Bavar 373 dapat menggantikannya atau sebagai alternatif dapat digunakan dalam kombinasi,” kata Borsari.
“Tergantung pada tingkat integrasi, masuk akal jika Iran dapat mengimbangi hilangnya radar pengendali tembakan 30N6E2 Tombstone milik S-300 dengan menggunakan radar pencarian/sektor volume 64N6 dan radar akuisisi 96L6E untuk mendukung unit iluminator Bavar dalam mengunci target," imbuh dia.
Devine juga tidak menganggap mengejutkan bahwa Iran akan mencoba untuk “menyatukan” pertahanan udaranya yang tersisa.
“Sistem pertahanan udara Iran adalah sistem berlapis dengan beberapa sistem, setidaknya secara teori, yang dikoordinasikan untuk menghadapi beberapa target dengan ukuran berbeda, yang beroperasi pada ketinggian dan jangkauan berbeda,” katanya.
Oleh karena itu, menurut Devine, selalu ada beberapa kapasitas untuk mengintegrasikan komando dan kendali di berbagai sistem.
“Juga, dari apa yang saya baca, S-300 dapat terhubung dengan jenis sistem lain yang digunakan Iran, khususnya komponen yang juga buatan Rusia, tetapi juga beberapa sistem dalam negeri,” katanya.
“Karena Bavar-373 dan S-300 akan digunakan oleh Iran untuk mencegat target di ketinggian tinggi, sistem yang terdiri dari keduanya dapat disatukan untuk mengisi peran itu dalam jaringan pertahanan udara Iran yang sebelumnya hanya dimainkan oleh S-300,” imbuh pakar tersebut.
“Jika sistem terintegrasi itu hanya sekadar aksi publisitas, yang sangat mungkin terjadi, S-373 akan ditugaskan untuk melakukan pekerjaan itu sendiri," paparnya.
Borsari menunjuk pada latihan militer di mana pasukan Iran "secara efektif menggunakan kedua sistem" dalam sebuah demonstrasi koordinasi operasional, yang menunjukkan bahwa Teheran bertujuan untuk meningkatkan kemandirian dengan mengembangkan "jaringan pertahanan hibrida" daripada hanya mengandalkan teknologi Rusia.
"Namun, saya juga melihat skeptisisme mengenai apakah integrasi tersebut secara signifikan meningkatkan kapasitas Iran untuk mengatasi ancaman udara modern," katanya.
"Meskipun Bavar-373 telah dibanggakan memiliki kemampuan yang setara dengan sistem canggih seperti S-300, penilaian independen sering menunjukkan sebaliknya. Jadi, dalam hal ini, saya tetap berhati-hati berdasarkan bukti terpisah yang kami miliki," katanya.
Devine juga skeptis. Dia mempertanyakan seberapa baik sistem terintegrasi ini akan bekerja dalam kondisi dunia nyata dibandingkan dengan latihan yang terkendali.
“Iran mengumumkan
upgrade Bavar-373 pada musim gugur tahun lalu dan sekali lagi pada bulan Februari, tetapi kemampuan aktualnya tidak pasti,” katanya.
“Saya ragu peningkatan pada bulan Februari akan cukup untuk menutup lubang yang terlihat pada pertahanan udara Iran tahun lalu.”
Iran mengeklaim Bavar-373 memiliki jangkauan tembak hingga 186 mil. Namun, hal itu belum terbukti dalam pertempuran hingga saat ini, dan juga tidak jelas bagaimana sistem buatan Iran tersebut akan bertahan terhadap rudal balistik musuh.
Israel menggunakan sejumlah rudal balistik yang diluncurkan dari udara baik dalam serangan besar-besaran pada bulan Oktober maupun dalam satu serangan kecil pada bulan April.
“Secara umum, keadaan pertahanan udara Iran saat ini, terutama Bavar-373 yang dipadukan dengan sistem lain, memang mempersulit potensi operasi militer Israel atau gabungan AS-Israel yang ditujukan ke fasilitas nuklir Teheran,” kata Borsari.
“Terlepas dari keraguan seputar efektivitas Bavar-373, hibridisasinya dengan sistem lama seperti S-300 dapat memberi Iran pertahanan berlapis yang dapat menciptakan tantangan operasional bagi kekuatan penyerang mana pun.”
(mas)