floating-Boikot Produk Terafiliasi...
Boikot Produk Terafiliasi Israel Meluas, Apa Efeknya buat Ekonomi?
Boikot Produk Terafiliasi...
Boikot Produk Terafiliasi Israel Meluas, Apa Efeknya buat Ekonomi?
Kamis, 24 April 2025 - 21:42 WIB
JAKARTA - Gelombang aksi boikot terhadap produk-produk yang dituding memiliki afiliasi dengan Israel semakin meluas di berbagai daerah di Indonesia. Sejumlah kalangan memperingatkan bahwa dampaknya perekonomian nasional tidak bisa dipandang sebelah mata-terutama terhadap potensi meningkatnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai sektor.

Solidaritas Tak Harus Rugikan Ekonomi

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Lamhot Sinaga menegaskan, bahwa masyarakat berhak menunjukkan solidaristasnya terhadap Palestina. Namun Ia mengingatkan agar ekspresi tersebut dilakukan dengan cara yang lebih bijak dan tidak menimbulkan efek domino negatif terhadap tenaga kerja dan stabilitas ekonomi dalam negeri.

Baca Juga: Bos Starbucks Lengser Usai Boikot Israel Menggerus Penjualan

Boikot yang dilakukan tanpa pemahaman yang utuh dan terverifikasi justru bisa menyasar pelaku usaha nasional, termasuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta sektor ritel yang menopang ekonomi lokal.

“Indonesia memiliki prinsip politik luar negeri yang bebas dan aktif, serta konsisten mendukung perjuangan rakyat Palestina. Namun kita juga harus memastikan bahwa langkah-langkah yang diambil tidak merugikan perekonomian nasional,” ujar Lamhot.

Dia menjelaskan, bahwa pemboikotan produk tertentu memiliki dampak yang kompleks. Pemboikotan juga berpotensi mengganggu rantai pasok nasional, terutama jika produk yang diboikot merupakan bagian dari industri yang sudah terintegrasi dengan perekonomian nasional.

“Pemboikotan dapat berdampak pada pelaku usaha lokal, termasuk UMKM, dan tenaga kerja yang terlibat dalam produksi atau distribusi produk tersebut. Karena itu, kami mendorong pemerintah untuk memberikan pemahaman yang komprehensif kepada masyarakat tentang dampak ekonomi dari pemboikotan, termasuk alternatif produk lokal yang bisa digunakan,” jelas Sinaga.

Aksi Boikot Berpotensi Perparah Kondisi Ekonomi RI

Sementara itu, Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto menyatakan, bahwa meskipun aksi boikot bukan penyebab utama PHK, dampaknya tetap signifikan.

“Boikot memang merugikan perekonomian, terutama jika produk yang diboikot adalah produk konsumtif. Dalam situasi seperti itu, PHK kerap menjadi opsi terakhir untuk efisiensi,” jelas Eko.

Hal ini diperkuat oleh data dari Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), yang melaporkan bahwa penjualan sejumlah produk kebutuhan sehari-hari yang dituduh berafiliasi dengan Israel telah turun hingga 40%.

Dampak lanjutannya, tentu ada pada potensi gelombang PHK di Indonesia. Pasalnya gelombang PHK pun sebenarnya sudah terjadi sejak beberapa tahun terakhir, dipicu oleh berbagai faktor seperti penurunan permintaan pasar, efisiensi bisnis, dan tekanan ekonomi global.

Kasus terbaru adalah penutupan operasional PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), perusahaan tekstil ternama yang akan memberhentikan lebih dari 10.000 karyawan mulai 1 Maret 2025.

Selain itu, Yamaha juga mengumumkan penutupan dua pabrik pianonya di Indonesia, yang berdampak pada PHK 1.100 karyawan. Sementara itu PT Sanken Indonesia dilaporkan akan menutup pabriknya di Cikarang, Jawa Barat, pada Juni 2025, mengakibatkan 900 orang buruh kehilangan pekerjaannya.

Sektor makanan dan minuman cepat saji juga tidak luput dari tekanan. PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), pemegang lisensi KFC di Indonesia, mencatat kerugian hingga Rp558 miliar pada kuartal III-2024 dan telah mem-PHK 2.274 karyawan.

Pemerintah Harus Ambil Peran Aktif

Direktur Eksekutif Asosiasi Penguasaha Ritel Indonesia (APRINDO), Setyadi Surya menekankan pentingnya peran pemerintah dalam meredam dampak ekonomi yang ditimbulkan dan mengambil langkah konkret untuk mencegah meluasnya PHK. Ia meminta kebijakan yang seimbang antara makro dan mikro agar lapangan kerja tetap terlindungi.

”Kita tidak bisa melihat masalah ini dari satu sisi saja. Boikot dan tekanan ekonomi bisa berdampak pada stabilitas sosial, mulai dari meningkatnya angka pengangguran hingga potensi konflik di rumah tangga dan di masyarakat. Pemerintah harus hadir dengan kebijkaan yang konkret dan terukur,” jelas Setyadi.

Baca Juga: Warga Kanada Boikot Liburan ke AS, Ekonomi Amerika Bisa Tekor Rp33 Triliun

Setyadi juga mengingatkan bahwa langkah yang emosional namun tidak berbasis data justru dapat memperburuk kondisi ekonomi nasional dan memperbesar angka pengangguran. “Saatnya solidaritas diperkuat dengan strategi yang rasional dan berpihak pada kepentingan jangka panjang bangsa," pungkasnya.
(akr)
Baca Berita
Dengarkan Selanjutnya :
Tolak PHK Massal dan...
Tolak PHK Massal dan Gelar Pahlawan bagi Soeharto, Musisi Indie Ramaikan Aksi Hari Buruh di Jakarta
Peringati Hari Buruh,...
Peringati Hari Buruh, Sarbumusi Soroti Meningkatnya PHK dan Pengangguran
Saksikan Malam Ini di...
Saksikan Malam Ini di INTERUPSI Satgas PHK: Harapan & Realita Bersama Ariyo Ardi, Anisha Dasuki, dan Narasumber Kredibel di Bidangnya, Live di iNews
18 Poin Tuntutan Buruh...
18 Poin Tuntutan Buruh saat May Day 2025: Stop Badai PHK
Bertemu Perwakilan Buruh,...
Bertemu Perwakilan Buruh, Dasco: Pemerintah Bakal Bentuk Satgas PHK