RAJA MATARAM Sultan Amangkurat I kerap berseberangan dengan tokoh ulama. Tak jarang sang Sultan berbuat sewenang-wenang ketika memerintah di
Kesultanan Mataram. Konon banyak ulama yang menjadi korban kesewenang-wenangan Sultan Amangkurat I yang memerintah usai ayah kandungnya, Sultan Agung wafat.
Baca juga: Suasana Mencekam dari Bunyi Meriam Tanda Kematian di Kerajaan Mataram saat Amangkurat 1 Berkuasa Namun suatu ketika akhirnya Sultan Amangkurat I menyerah ke pemuka agama, dan juga berdamai dengan Banten yang juga sebelumnya sempat dimusuhi oleh Mataram.
Peristiwa ini diawali dari sebuah mimpi mengerikan Sultan Amangkurat I. Konon suatu malam sebagaimana dikisahkan pada "Disintegrasi Mataram: Dibawah Mangkurat I", Sultan Mataram itu bermimpi badannya penuh dengan bisul bernanah.
Mimpinya inilah yang mematahkan kemauan dan sikap keras kepalanya. Ia menjadi religius, dimintanya para pemuka agama untuk berdoa baginya.
Bahkan bersumpah akan melancarkan perang ke timur yaitu Blambangan (Banyuwangi). Selain itu Sultan berjanji akan membina hubungan yang menyenangkan bagi orang-orang Banten, demi memelihara nama baiknya.
Baca juga: Kisah Raja Mataram Sultan Amangkurat I Berseteru dengan Kerajaan Banten Para pemuka agama dan kerabat, termasuk Pangeran Purbaya menyatakan kesediaan berdoa bagi Raja dan menyembuhkannya dari penyakitnya dalam waktu sepuluh hari.
Sejak itu Pangeran Purbaya amat dihormati oleh Sultan Amangkurat I, dipandang sebagai orang keramat oleh Raja. Dari sana pulalah segera akan dimulai perang terhadap timur.
Anehnya, kisah yang diberitakan Van Goens ini sebagian dibenarkan oleh Babad Sangkala. Pada tahun 1574 konon sebuah meriam meledak di paseban, tidak lama sesudah itu pintu gerbang dipindahkan.
Ini menunjuk kepada meledaknya meriam Jawa dan disemennya pintu gerbang ke lapangan besar.
Sejak itu hubungan antara Banten dan Mataram memang nyata bertambah baik, tetapi tidak ada berita bahwa akan dilancarkan ekspedisi besar-besaran terhadap Blambangan.
Sebaliknya, Kompenilah yang pertama-tama harus merasakan akibat-akibat kurang menyenangkan dari hubungan yang lebih baik antara kedua belah pihak itu.
Orang-orang Banten mulai bersikap sangat buruk terhadap kompeni Belanda, semula hal ini diduga akibat pengaruh Inggris, yang ketika itu sedang berperang terhadap Republik (Belanda). Tetapi sesudah perjanjian sepuluh tahun dengan Banten berakhir, ternyata bahwa Batavia menderita sebagai akibat kemarahan para tetangga.
Kemudian hubungan yang lebih baik antara Mataram dan Banten itu terwujud dalam suatu rencana perkawinan, yang baru diketahui Batavia pada tahun 1656.
(shf)