HONG KONG - Xpeng, perusahaan startup asal China yang didirikan pada 2015, menorehkan kisah sukses yang menginspirasi di industri otomotif. Seperti apa kisahnya?
Di tahun 2025 ini, nama Xpeng tiba-tiba terdengar samar-samar di Indonesia. Gara-garanya, merek mobil asal China itu berencana masuk ke Indonesia dibawah Erajaya Group. Ada dua model yang bakal dirilis: SUV Xpeng G6 serta MPV mewah Xpeng X9.
Berbeda dengan BYD, Wuling, atau Chery, nama Xpeng masih terbilang asing bagi masyarakat Indonesia dan itu bukan tanpa alasan.
Perusahaan Kecil dengan Ambisi Besar
CEO Xpeng He Xiaopeng naik panggung pada sebuah acara di Hong Kong, pertengahan April 2025 silam dengan semangat. Selama 2 jam nonstop, tanpa lelah ia bicara banyak sekali tema di depan reporter, investor, hingga rekan bisnis. Mulai pencapaian Xpeng hingga rencana masa depan. Mulai mobil listrik hingga robot humanoid.
Ini menegaskan bagaimana Xpeng, perusahaan yang terbilang kecil itu, mencapai banyak hal dalam waktu yang sangat singkat: 11 tahun. Perusahaan startup kecil ini memiliki ambisi setinggi langit.
Selama lebih dari 20 menit, He Xiaopeng antusias menjelaskan versi baru MPV futuristik premium Xpeng X9. Dari sekadar teknologi ADAS baru yang ditanamkan, sampai penjelasan detail soal kursi pijat nol gravitasi di mobil tersebut.
X9, Kuda Troya Xpeng
X9 memang bak kuda Troya Xpeng dalam medan pertempuran kendaraan listrik (EV). Di China, X9 mengalahkan penjualan Toyota Alphard hingga Denza D9, 2 model MPV simbol kemewahan yang juga sangat populer di Indonesia.
Didirikan pada 2014, Xpeng telah menjual lebih dari 600.000 kendaraan sejak awal berdiri. Sebuah tonggak sejarah yang menggarisbawahi bagaimana perusahaan ini adalah sebuah startup. Sebagai perbandingan, pemimpin pasar BYD hanya butuh waktu dua bulan untuk menjual mobil sebanyak itu.
Namun, dengan 60.158 kendaraan yang dikirimkan pada kuartal pertama tahun 2025, Xpeng menunjukkan tanda-tanda membangun volume yang dibutuhkan untuk pertumbuhan berkelanjutan.
Perusahaan tersebut kini telah beroperasi di lebih dari 30 negara dan berencana untuk menggandakan presensinya luar negerinya menjadi 60 negara (termasuk Indonesia), dengan target setengah dari volume penjualan nantinya berasal dari luar China.
He memposisikan X9 sebagai “dekade baru” bagi Xpeng, perusahaan yang terdaftar di New York dan Hong Kong tersebut. Xpeng juga menempatkan kecerdasan buatan (AI) sebagai pusat strategi mereka.
Chip AI Turing, Senjata Mematikan Xpeng
Selama dua jam, pria berusia 47 tahun itu memaparkan argumen tentang bagaimana AI akan mendasari segala sesuatu yang dilakukan Xpeng, dengan menggunakan X9 baru sebagai contoh utama.
Para insinyur Xpeng memperbarui 35 persen komponen X9. Tapi, ada satu hal yang penting: peralihan dari chip Nvidia ke chip Turing AI yang dikembangkan sendiri oleh Xpeng.
Prosesor 40 inti Turing dapat menjalankan AI dengan 30 miliar parameter secara lokal tanpa bantuan dari cloud.
Produksi massal dijadwalkan dimulai pada kuartal kedua 2025 di China. Lewat Turing AI, Xpeng selangkah lebih maju. Karena, tidak tergantung pada Nvidia (pemasuk eksternal) untuk mentenagai mobil-mobil mereka dengan AI.
Xpeng mengatakan, chip ini dapat memberikan kemampuan mengemudi otonom yang cukup pada mobil-mobil mereka. Sehingga hanya perlu satu intervensi dari pengemudi manusia setiap seratus kilometer.
AI juga akan membuat mobil-mobil Xpeng lebih hemat energi dengan mempelajari bagaimana pengemudi berperilaku dalam kondisi lalu lintas yang berbeda, kemudian menyesuaikan respons motor agar sesuai, atau membuatnya lebih nyaman dengan menggunakan kamera untuk membaca kondisi jalan di depan dan menyesuaikan suspensi untuk gundukan sebelum mobil melewatinya.
Kamera yang sama juga akan membuat AI menjadi multi-modal. Misalnya, jika Anda ingin tahu mobil Mercedes atau BMW baru di depan Anda, Xpeng dapat mengidentifikasi nama modelnya dan spesifikasinya.
Startegi menjadikan teknologi sebagai tulang punggung untuk ekosistem produk yang luas terbukti berhasil bagi Xpeng. Chip Turing, membuat mereka lebih unggul secara teknologi dibandingkan pabrikan mobil lainnya. Termasuk BYD sekalipun.
Mobil Terbang hingga Robot Humanoid
“Xpeng tidak pernah didirikan untuk menjadi pabrikan mobil tradisional. Kami tidak pernah ingin menjadi seperti itu,” kata He. “Apa yang benar-benar mendorong kami adalah menciptakan inovasi yang melampaui batas, baik itu mengemudi cerdas, mobil bertenaga AI, atau lebih dari itu.”
Dan memang He tidak bercanda. Saat ini, Xpeng juga membuat mobil terbang Land Aircraft Carrier dan robot humanoid. Dua-duanya menggunakan chip Turing AI sebagai otaknya.
Robot humanoid Xpeng Iron, misalnya, memiliki tinggi 178 cm dan berat 70 kg. Robot itu punya 60 sendi dan mata kamera. Bahkan, sedang diuji coba bekerja di pabrik-pabrik Xpeng, berdampingan dengan manusia.
He berharap chip Turing akan memungkinkan robot Iron memecahkan masalah sendiri, alih-alih tanpa berpikir mengulangi tugas-tugas yang ditetapkan oleh para pemrogram.
“Jika robot tidak memiliki kecerdasan yang dibutuhkan, ia akan menjadi tidak berguna,” katanya blak-blakan.
Pada peluncuran X9, AeroHT, startup yang menjadi anak perusahaan Xpeng pada 2020 unjuk gigi Land Aircraft Carrier, kendaraan enam roda yang dilengkapi dengan drone berkapasitas dua orang.
Wahana terbang itu bisa diangkut dengan presisi di kabin truk. Sekaligus dapat mengisi ulang baterainya hingga 6x pengisian.
Konsep desain ini memecahkan dua masalah utama yang datang dengan memiliki helikopter tradisional, yaitu penyimpanan dan pengisian bahan bakar, menurut Tan Wang, yang ikut mendirikan AeroHT.
AI menghilangkan masalah lain dengan membuat drone pengangkut manusia sangat mudah dikendalikan.
Tan mengatakan kepada para jurnalis bahwa helikopter sangat sulit diterbangkan. Namun, mengklaim bahwa chip Turing membuat drone pengangkut manusia Xpeng dapat dikendalikan hanya dalam tiga menit saja. “Cukup dengan 3 jam, Anda sudah bisa menerbangkan drone tersebut dengan lihai,” katanya.
Land Aircraft Carrier mungkin terdengar futuristik. Tapi, He mengatakan bahwa Xpeng saat ini sudah menerima order dan bahkan bakal mulai mengirimkan ke pelanggan pada 2026.
Xpeng menyebut bahwa saat ini pihaknya sudah menerima lebih dari 4.000 pre-order, dengan harga di bawah dua juta yuan atau sekitar Rp4.2 miliar.
Targetnya, mereka bisa menjual 10.000 unit per tahun. Target ini terbilang ambisius tapi mereka percaya diri. “Sebelumnya, tidak ada perusahaan penerbangan yang bisa mencapai penjualan tahunan lebih dari 1.000 unit,” beber Tan Wang yang juga seorang pilot helikopter.
Dalam Laporan Kerja Pemerintah di 2024, pemerintah China menempatkan “low-altitude economy” sebagai prioritas nasional, yang diperkirakan memberikan dorongan signifikan bagi sektor ini.
Administrasi Penerbangan Sipil China memperkirakan pasar “low-altitude economy” akan mencapai 1,5 triliun yuan atau USD207,2 miliar tahun ini dan tembus 3,5 triliun yuan di 2035.
Meskipun demikian, He mengakau tetap hati-hati menjaga ekspektasi. Menurutnya, masih butuh waktu 10 hingga 20 tahun sampai robot benar-benar menjadi bagian dari kehidupan manusia.
“Semua akan terkait dengan robot. Ada robot di dalam rumah, di luar rumah, robot di mobil, robot di mobil terbang, dan lainnya,” ungkapnya.
Baca Juga: CEO Xpeng: Mobil Terbang Akan Lebih Banyak Dibeli Dibandingkan Kendaraan Listrik Sebelum sampai kesana, perjalanan Xpeng masih panjang dan berat. Seperti banyak startup, perusahaan ini bergulat dengan profitabilitas.
Xpeng belum pernah mencatat keuntungan. Pada kuartal keempat 2024, kerugian bersihnya adalah 1,33 miliar yuan, sedikit lebih baik dari kerugian 1,35 miliar yuan pada periode yang sama tahun 2023.
Dengan margin membaik dan penjualan kendaraan meningkat, Xpeng berharap perusahaan akan mulai mencapai titik impas pada akhirtahunini.
(dan)