JAKARTA - Wakil Ketua Umum III DPP
Partai Perindo Tama Satrya Langkun menanggapi perihal UU BUMN baru yang membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa menindak anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN yang diduga terlibat tindak pidana korupsi.
Dia tegas mendukung penuh upaya pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto untuk memberantas korupsi. Menurut Tama, UU BUMN yang baru perlu dilakukan peninjauan ulang.
Baca juga: Pemerintah dan DPR Bahas Perubahan UU BUMN, Apa Hasilnya? "Partai Perindo mendukung penuh upaya dari pemerintah di bawah Presiden Prabowo untuk memberantas korupsi di seluruh Indonesia. Dalam pelaksanaannya kita akan menjadi mitra, menjadi partai yang mengawal proses tersebut," ujar Tama di Kantor DPP Partai Perindo, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (6/5/2025).
"Bicara soal hilangnya status komisaris dan direksi BUMN sebagai penyelenggara negara, maka kita berharap ada peninjauan ulang terhadap regulasi ini," sambungnya.
Tama menilai apabila itu tidak ditinjau ulang menjauhkan jangkauan KPK dalam pemberantasan korupsi.
Diketahui, KPK tidak bisa menindak anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN yang diduga terlibat tindak pidana korupsi. Hal itu karena adanya UU BUMN baru.
Dalam aturan itu, pejabat BUMN tidak lagi berstatus sebagai penyelenggara negara. Hal itu sebagaimana termuat dalam Pasal 9G UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2023 tentang BUMN yang berlaku sejak 24 Februari 2025.
Bunyi Pasal 9G: Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.
Padahal, dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2OO2 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi disebutkan KPK mempunyai ketentuan dalam menangani perkara rasuah. Hal itu sebagaimana termuat dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a dan b.
Bunyi Pasal 11 ayat (1) huruf a dan b:
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Pasal 6 huruf e, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang:
A. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; dan/atau
B. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar.
Terkait hal tersebut, KPK tengah mengkaji dampak hukum terhadap penegakan hukum pemberantasan korupsi yang menyasar anggota direksi BUMN.
"Tentunya dengan aturan yang baru perlu ada kajian baik itu dari Biro Hukum maupun Kedeputian Penindakan untuk melihat aturan ini sampai sejauhmana berdampak terhadap penegakan hukum yang bisa dilakukan di KPK," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, Jumat (2/5/2025).
(jon)