JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mendorong
PT Pertamina (Persero)
mengimpor crude oil alias minyak mentah dari Amerika Serikat (AS). Aksi korporasi ini sejalan dengan upaya penguatan kerja sama Indonesia dan Negeri Paman Sam -julukan AS-.
Selain itu, rencana BUMN minyak dan gas bumi (migas) mengambil minyak mentah dari AS disebabkan oleh minimnya porsi impor crude oil Pertamina terhadap AS, yakni di kisaran 4%. Belakangan seperti diketahui Indonesia sedang melakukan negosiasi terhadap AS terkait
tarif resiprokal Donald Trump .
Menteri BUMN, Erick Thohir menyebut, persentase impor crude oil lebih rendah dibandingkan dengan liquified petroleum gas (LPG). Proyeksinya, impor minyak mentah Pertamina dari AS bisa naik menjadi 25 hingga 30%.
Baca Juga: Prabowo: Dalam 5 Tahun Harus Swasembada BBM, Tak Perlu Impor! Menurut dia, ada ruang untuk meningkatkan jumlah tersebut, bagian dari upaya diversifikasi sumber energi sekaligus menyeimbangkan struktur perdagangan energi.
"Kalau crude oil, hari ini kita baru 4 persen, artinya kita bisa shifting kebutuhan crude oil kita dibandingkan misalnya LPG," ujar Erick dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (20/5/2025).
Namun demikian, rencana itu belum final. Dorongan Kementerian BUMN terhadap Pertamina harus melewati sejumlah tahapan dan harus disepakati pemerintah dan DPR RI.
"Ini tentu masih tahap-tahap yang belum putus Bapak Ibu, apakah nanti crude oil ini kita bisa naikkan jumlahnya dari 4 persen misalnya ke 30 persen atau 25 persen,” paparnya.
“Nah tentu ini balance antara transaksi perdagangan ini yang kita jaga, sampai kita didominasi kebutuhan oleh satu negara ini yang supply chain yang kita harapkan," beber dia.
Sementara itu untuk komoditas LPG, Erick menyampaikan bahwa ketergantungan Indonesia terhadap impor dari AS sudah sangat tinggi. Tercatat, 57% kebutuhan LPG nasional berasal dari AS.
"Lalu juga tentu tadi disampaikan mengenai pengadaan minyak, yaitu seperti LPG, mohon maaf tadi saya koreksi, hari ini kita sudah mencapai 57 persen LPG itu dari Amerika,” tutur dia.
Ketua Umum PSSI ini juga menyoroti rencana ekspor minyak mentah perlu menjaga keseimbangan antara kebutuhan energi nasional dengan ketahanan pasokan. Dia mengingatkan, dominasi pasokan dari satu negara bisa menimbulkan risiko, apabila terjadi gangguan pada rantai pasok global, seperti bencana alam atau masalah logistik.
Baca Juga: Bahlil Bingung RI Impor BBM dari Singapura: Negara Tak Punya Minyak, Tapi Kita Beli dari Sana "Nah apakah kita akan menaikkan terus, ini yang tentu kami lagi memohon pertimbangan, karena jangan sampai juga kalau sampai ketergantungannya terlalu maksimal, kalau tiba-tiba dari pihak Amerika sedang ada kendala, misalnya bencana alam atau supply chain-nya terganggu, takutnya kita nanti tidak ada pengganti," ucap Erick.
(akr)