floating-Gaikindo Mendukung Insentif...
Gaikindo Mendukung Insentif Tidak Hanya untuk Mobil Listrik, tapi Juga Hybrid, LCGC, hingga ICE
Gaikindo Mendukung Insentif...
Gaikindo Mendukung Insentif Tidak Hanya untuk Mobil Listrik, tapi Juga Hybrid, LCGC, hingga ICE
Selasa, 20 Mei 2025 - 18:51 WIB
JAKARTA - Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyatakan dukungan penuh terhadap evaluasi insentif otomotif. Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara, menegaskan bahwa dalam jangka pendek, pemerintah bisa mengucurkan insentif pajak ke semua teknologi, mengingat porsi komponen pajak terhadap harga mobil saat ini sangat tinggi, sekitar 50%.

Sebagai perbandingan, di Malaysia yang memiliki Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita lebih tinggi dari Indonesia, porsi pajak hanya sekitar 30%. Bahkan, pajak tahunan kendaraan di Indonesia juga lebih mahal dari Malaysia.

Dengan pemberian insentif yang lebih luas, Kukuh Kumara meyakini total penjualan mobil dapat melonjak, bahkan menyentuh titik optimal 3 juta unit per tahun, setara dengan Meksiko. Hitungan ini didasarkan pada rata-rata penjualan mobil bekas per tahun yang mencapai 2 juta unit. Jika sebagian besar dari jumlah ini dialihkan ke mobil baru, penjualan mobil nasional bisa mencapai target ambisius 3 juta unit.

Saat ini, industri kendaraan listrik di Indonesia telah menarik investasi signifikan. Tercatat ada 63 perusahaan yang memproduksi sepeda motor listrik roda dua dan tiga, dengan total kapasitas produksi sebanyak 2,28 juta unit per tahun dan investasi sebesar Rp 1,13 triliun.

Selain itu, terdapat sembilan perusahaan yang memproduksi mobil listrik dengan kapasitas 70.060 unit per tahun dan investasi sebesar Rp 4,12 triliun. Tak ketinggalan, tujuh perusahaan memproduksi bus listrik, dengan kapasitas 3.100 unit per tahun dan investasi sebesar Rp 0,38 triliun. Secara keseluruhan, total investasi dalam ekosistem EV di Indonesia mencapai Rp 5,63 triliun.

Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Mahardi Tunggul Wicaksono, menegaskan bahwa investasi sebesar ini harus dijaga karena membawa multiplier effect luar biasa bagi perekonomian nasional, termasuk pada peningkatan jumlah tenaga kerja.

“Kalau otomotif menambah satu tenaga kerja, efeknya itu untuk dua orang. Jadi, efek pengungkitnya luar biasa. Otomotif adalah jembatan untuk memperkuat manufaktur. Jangan sampai manufaktur layu sebelum berkembang, karena kita punya potensi pasar 3 juta unit. Jadi, perluasan insentif otomotif diperlukan," papar Tunggul.

Meredakan Krisis dan Mengamankan Masa Depan

Tunggul menegaskan, pemerintah terus mengakselerasi transformasi industri otomotif nasional menuju era elektrifikasi melalui kebijakan insentif fiskal dan non-fiskal.

Kemenperin telah menerbitkan berbagai regulasi strategis untuk mendukung target net zero emission (NZE) nasional, salah satunya dengan penguatan regulasi yang mewajibkan pemenuhan local purchase dan/atau Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam proses produksi.

"Melalui regulatory framework yang telah disusun, industri Kendaraan Bermotor (KBM) yang memenuhi ketentuan local purchase dan TKDN dapat memperoleh insentif baik fiskal maupun non-fiskal. Ini menjadi langkah strategis dalam menciptakan industri otomotif yang mandiri dan berdaya saing," ujar Tunggul. Pemerintah telah menyiapkan insentif perpajakan bagi perusahaan yang berinvestasi di Indonesia, termasuk pembebasan BM dan PPnBM untuk BEV CBU, serta insentif BM dan PPnBM untuk kendaraan listrik completely knocked down (CKD) dengan TKDN di bawah roadmap guna mendorong percepatan investasi lokal.

Selain kendaraan listrik, industri otomotif yang memproduksi kendaraan hybrid dan tergabung dalam program low carbon emission vehicle (LCEV) juga mendapatkan insentif PPnBM DTP sebesar 3%, sebagai bentuk dukungan terhadap transisi bertahap menuju teknologi kendaraan yang lebih bersih. Tunggul menegaskan, insentif-insentif ini adalah stimulus penting dalam membangun ekosistem kendaraan listrik nasional yang terintegrasi, dari hulu ke hilir. "Kami percaya, dengan sinergi regulasi, insentif, dan investasi, Indonesia mampu menjadi pemain utama dalam industri kendaraan masa depan," kata dia.

Kukuh Kumara menambahkan, Gaikindo juga menyerukan evaluasi kebijakan insentif otomotif yang bisa berdampak jangka panjang dan memastikan target yang dicanangkan tercapai, seperti target produksi BEV 600 ribu unit pada 2030. Ia menekankan pentingnya produksi BEV di dalam negeri, bahkan hingga ekspor, menjadikan Indonesia basis produksi.

Kukuh menilai, Indonesia jangan hanya fokus pada satu teknologi. Pemerintah jangan menutup mata pada mobil hybrid yang kini juga dilirik di Tiongkok, karena teknologi otomotif berkembang cepat, sehingga kebijakan harus fleksibel dan bermanfaat. Ia berpendapat, selama ini mobil elektrifikasi baru memakan pasar ICE dan LCGC, belum menciptakan pasar baru. Pada titik ini, insentif ke ICE dan LCGC bisa menambah volume pasar hingga 3 juta unit.

Ekonom Riyanto dari LPEM UI menyatakan, industri mobil sedang mengalami resesi karena penjualan turun dua tahun beruntun. "Ibaratnya industri mobil sudah jatuh tertimpa tangga," kata Riyanto, menyoroti penambahan opsen pajak di beberapa daerah tahun ini. Ia yakin, pemberian insentif berkorelasi kuat dengan penjualan, terbukti dengan model regresi yang menunjukkan penjualan BEV berinsentif 57% lebih tinggi.

Oleh sebab itu, Riyanto menyerukan agar pemerintah memperluas insentif pajak, seperti PPN DTP ke mobil ICE, LCGC, hingga hybrid, dengan patokan emisi. Faktanya, emisi BEV berdasarkan metode well to wheel tidak selalu lebih rendah dari hybrid. Ia yakin, efek insentif LCGC, HEV, dan ICE lebih besar ke ekonomi dibandingkan BEV. Saat ini, BEV menghadapi tantangan berupa kecemasan jarak tempuh dan keterbatasan infrastruktur SPKLU, membuatnya lebih diburu pemilik mobil kedua dan ketiga, bukan mobil pertama. Sebaliknya, mobil ICE, LCGC, dan HEV berpeluang menjadi mobil pertama.

Baca Juga: Penjualan Masih Lemas, Insentif Mobil Listrik Bakal Dievaluasi, Apa Dampaknya?

"Dalam jangka pendek, perlu kebijakan fiskal seperti saat pandemi, entah itu diskon PPN atau PPnBM untuk menyelamatkan industri dari krisis. Hal yang penting adalah harga kendaraan turun," ungkap Riyanto. Dalam jangka panjang, pemerintah perlu membuat kajian untuk menemukan tarif pajak ideal dari sisi industri dan negara, tanpa takut rugi karena dampak ekonomi insentif ini sangat besar. Hitungan Riyanto, pemberian insentif PPnBM 0% dapat menyumbangkan PDB 0,8% dan tambahan tenaga kerja di otomotif 23 ribu dan dalam perekonomian (multiplier) 47 ribu orang.

Evaluasi insentif otomotif kali ini bukan sekadar penyesuaian angka, melainkan pertaruhan besar bagi masa depan industri otomotif Indonesia. Antara ambisi elektrifikasi, penyelamatan pasar yang lesu, dan keseimbangan ekonomi nasional, pemerintah dihadapkan pada keputusan krusial yang akan menentukan arah perjalanan ribuan triliun rupiah investasi dan jutaanlapangankerja.
(dan)
Baca Berita
Dengarkan Selanjutnya :
Penjualan Masih Lemas,...
Penjualan Masih Lemas, Insentif Mobil Listrik Bakal Dievaluasi, Apa Dampaknya?
Ukuran Baterai Jadi...
Ukuran Baterai Jadi Masalah Besar Mobil Listrik yang Tak Bisa Dihindari
Merek Jepang Didesak...
Merek Jepang Didesak Segera Produksi Baterai Sendiri
AS Sebut Harga Mobil...
AS Sebut Harga Mobil Listrik Seharusnya Lebih Murah, Ini Alasannya
Volkswagen Umumkan Model...
Volkswagen Umumkan Model Golf Series Akan Menjadi Mobil Listrik