CHINA -
Seteru Jack Ma dengan Presiden China Xi Jinping berakibat batal pada bisnis taipan internet tersebut. Sebab, bukan hanya
Ant Group gagal melantai di bursa saham. Tapi, saham Alibaba pun ikut merosot.
Bahkan, dalam 2 bulan terakhir kekayaan Jack Ma merosot sangat besar. Mencapai USD11 miliar atau Rp155 triliun.
BACA JUGA: Seru, Ternyata Ini Penyebab Seteru Jack Ma dengan Presiden China Xi Jinping...
Seharusnya, mantan guru bahasa Inggris berusia 56 tahun yang meroket lewat sektor internet di China itu kembali menjadi orang terkaya di Asia dengan kekayaan USD61,7 miliar (Rp858 triliun) di 2020.
Sekarang, kekayaannya merosot jadi USD50,9 miliar (Rp716 triliun). Ia juga jatuh ke posisi 25 di Bloomberg Billionaires Index, daftar 500 orang terkaya di dunia.
Daftar Taipan Internet Terkaya di China versi Bloomberg
Nama | Perusahaan | Kekayaan |
Colin Huang | Pinduoduo | USD58,6 miliar |
Pony Ma | Tencent | USD53,3 miliar |
Jack MA | Alibaba, Ant | USD50,9 miliar |
Wiliang Ding | NetEase |
USD29,8 miliar |
Zhang Yiming | ByteDance |
USD25 miliar |
Wang Xing | Meituan | USD20,2 miliar |
Richard Liu | JD.com | USD19,3 miliar |
Tentu saja,
merosotnya kekayaan Jack Ma masih ada kaitannya dengan ucapannya yang
mengkritik pemerintah China akan regulasi finansial yang ketat sehingga membuat perusahaan sulit berinovasi. Juga, menyebut bank-bank China beroperasi dengan mental “tukang gadai”.
Dampaknya, pemerintah China saat ini mengawasi ketat setiap langkah Ant Group, perusahaan Jack Ma yang gagal melantai di bursa saham. Para investor Alibaba maupun Ant Group pun saat ini ketar-ketir.
Bruce Pang, kepala penelitian makro dan strategi di China Renaissance Securities Hong Kong menyebut bahwa ada sinyal-sinyal bahwa pemerintah China akan semakin ketat mengawasi gerak-gerik raksasa teknologi di China. Terutama dengan pedoman regulasi anti-monopoli dan antritrust.
Selain menggagalkan IPO Ant Group milik Jack Ma, pemerintah China juga memberlakukan pembatasan tambahan pada sektor pinjaman konsumen, mengusulkan aturan baru untuk mengekang dominasi raksasa internet, serta mendenda Alibaba dan unit Tencent atas akuisisi yang dilakukan tahun lalu.
Pengawasan ketat pemerintah terhadap merger dan akuisisi dipercaya akan menimbulkan masalah di masa depan.
BACA JUGA: Sukses Xiaomi di 2020 Karena Mereka Dengarkan Keinginan Mi Fans Namun, Liu Cheng dari firma hukum King & Wood Mallesons di Beijing menyebut pengawasan negara sangat wajar dilakukan. ”Andai ada kesepakatan serupa di Amerika atau Eropa, misalnya saja besok Facebook bergabung dnegan Google, tentu negara harus bereaksi. Para perusahaan teknologi harus lebih memperhatikan kepatuhan,” beber Liu.
Kantor pusat Ant Group di Hangzhou, China. Terlepas dari itu semua, banyak taipan internet baru lahir di China. Tepatnya, ada 21 taipan yang dilacak indeks Bloomberg memperoleh USD187 miliar pada 2020.
Menurut Liu Cheng, China kedepannya terus meningkatkan upaya antitrust dan mencegah ekspansi modal ke luar China dalam jumlah besar. Industri teknologi yang lebih diatur diharapkan bisa membantu mendorong konsumsi domestik dan menumbuhkan ekonomi pasca Covid-19 sementara seluruh dunia berjuang untuk mengatasi pandemi.
”Kami melihat langkah regulasi terbaru sebagai upaya berkelanjutan di jalur reformasi regulasi China. Agar keadilan pasar yang lebih baik tercapai, juga mendorong perkembangan yang sehat dari seluruh ekonomi,” ujar Liu Cheng.
(dan)