KINSHASA - Setidaknya
46 orang dari kelompok etnis Pygmy tewas dalam serangan yang dicurigai dilakukan oleh kelompok militan di timur laut
Kongo . Sejumlah korban tewas dengan kondisi dipenggal.
Hal itu diungkapkan oleh seorang pejabat LSM yang berbasis di negara Afrika Tengah itu.
"Sebuah kelompok bersenjata menembak warga sipil dan memenggal orang lain dengan parang di Ambedi, sebuah desa di wilayah Irumu di provinsi Ituri," kata Christophe Munyanderu, koordinator regional untuk Konvensi LSM pour le respek de droit de l'homme, atau Konvensi untuk Penghormatan Hak Asasi Manusia seperti dikutip dari
CNN, Sabtu (16/1/2021).
Munyanderu mengatakan bahwa seorang Pygmy yang sedang berburu selama penyerangan mengungkapkan jumlah korban yang tewas. Ketika dia kembali ke desa, kata Munyanderu, dia menemukan seorang perempuan yang selamat dengan luka tembak dan seorang anak berusia dua tahun yang tangannya telah dipotong.
Pada hari Kamis, mereka mencapai pos polisi sekitar 20 kilometer dari tempat serangan dan dibawa ke rumah sakit.
"Wanita dan anak itu sekarang sudah lolos dari bahaya," kata David Dedonga, seorang dokter di RS Bwanasura.
Baca juga: Kelompok Bersenjata Serbu Penjara di Kongo, Bebaskan 1.300 Tahanan Seorang juru bicara Angkatan Bersenjata Kongo di Ituri mengaitkan serangan itu dengan Pasukan Demokratik Sekutu (ADF), sebuah kelompok pemberontak yang beroperasi di wilayah tersebut.
"Dua dari penyerang ditangkap dan saat ini sedang diinterogasi," kata juru bicara itu.
Menurut Koordinator Daerah Pemerintah Provinsi, Rachel Taruwayo, sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak.
Pada bulan Juli lalu, PBB mengatakan, ADF telah meningkatkan serangannya terhadap warga sipil di provinsi timur Kongo dalam beberapa tahun terakhir.
"Serangan-serangan ini telah menewaskan lebih dari 1.000 orang antara Januari 2019 dan Juni 2020 dan mungkin merupakan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan," menurut PBB.
Baca juga: PBB Dorong Investigasi Serangan pada Personel TNI di Kongo Kelompok tersebut telah memerangi pemerintah di Afrika Timur itu sejak 1990-an dan memiliki hubungan dengan beberapa kelompok teroris internasional.
(ber)