JAKARTA - Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal mengatakan, penghitungan upah menggunakan formula PP 36 Tahun 2022 yang menjadi turunan dari UU Cipta Kerja menjadi penyebab kenaikan
upah rendah .
Baca Juga: Buruh Tuntut Upah Minimum Naik 13% Tahun Depan, Wamenaker: Sah-sah Saja Menurutnya,
omnibus law inkonstitusional bersyarat. Dengan demikian, PP No 36 sebagai aturan turunan dari UU Cipta Kerja juga inskonstutusional..
"Dan Indonesia menjadi negara terkaya nomor 7 terbaik dunia, melampaui Inggris dan Perancis. Tapi upah buruh Indonesia rendah sekali akibat omnibus law," kata Said Iqbal dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (10/11/2022).
Purchasing power atau daya beli buruh sudah turun 30% akibat 3 tahun tidak ada kenaikan upah. Ditambah lagi, dengan kenaikan harga BBM membuat inflasi tembus lebih dari 6,5%. Sementara itu pertumbuhan ekonomi saat ini sangat bagus 5,72%. Maka kenaikan 13% sangatlah wajar.
"Yang dipakai rumus kenaikan UMK adalah inflasi plus pertumbuhan ekonomi yaitu sebesar 13%, jadi tidak masuk akal kalau kenaikan UMP/UMK di bawah nilai inflasi dengan rumus PP No 36," kata Said Iqbal.
Baca Juga: Pengusaha Sebut Kenaikan Upah Ideal 9% di 2023 Siad Iqbal menambahkan, dalam Pasal 93 UU Ketenagakerjaan ditegaskan, bahwa upah buruh harus tetap dibayar jika buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan. Tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, maka buruh seharusnya juga berhak menerima upah.
"Dalam hal ini buruh ingin tetap bekerja, bukan dirumahkan. Maka upah harus tetap dibayar," pungkasnya.
(akr)